Katanya, untuk menyalurkan hobinya yang terpendam sangat dalam yaitu fotografi, istriku membutuhkan seorang model. Anak-anakku yang biasanya menjadi sasaran jepretannya kali ini tak mau ikut jalan-jalan. Maka, akulah yang dipaksa untuk menjadi model.
"Lihat ke depan. Jangan ke kamera. Relaks. Alami. Wajahnya jangan dibuat-buat, perutnya dikondisikan," perintahnya.
Aku pun menuruti apa yang diperintahkannya.
"Kurang ekspresif. Gini lho," protesnya sambil memberi contoh dengan ekspresinya.
Kuulangi apa yang disuruhnya dengan menambah ekspresiku. Istriku kembali menjepret. Dilihat hasilnya.
"Ulangi lagi. Tatapan matanya yang lebih greget. Tangannya juga yang lebih kencang."
Kuulangi lagi apa yang istiku mau. Tapi menurut istriku hasilnya lebih buruk.
Dia pun menyuruhku berpose yang lain. Beberapa posisi kuperagakan. Tetap saja. Tak ada yang sesuai dengan kemauannya.
"Udah ah. Susah. Apa adanya saja sih. Ekspresinya sudah ga bisa diapa-apakan lagi."
Istrikupun menyerah dan aku pun lega.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar