Bulan Puasa benar-benar telah tiba. Dari langgar Eyang Aziz, kentongan terdengar bertalu-talu dan suara Kang Badi (tanpa TOA) terdengar mendayu-dayu mengumandangkan adzan isya'. Lampu teplok minyak tanah dipasang di empat sudut langgar.
Anak-anak telah berkumpul lebih dahulu di langgar untuk bersama-sama melantunkan puji-pujian khusus yang telah lama mereka rindukan yang hanya dilantunkan pada malam bulan ramadhan:
Nawaitu shouma ghodin 'an ada i
Fardhi syahri, romadloni hadzihi sanaati
Fardo lillahi ta'ala
Niat ingsun puoso tutuko ing sedino ngesuk
Saking nekani ferdune wulan romadlon sajerone tahun iki.
Malam pertama bulan Ramadlan ini, langgar Eyang Azis benar-benar penuh. Orang tua dan anak-anak tak mau melewatkan moment awal ramadlan. Langgar bagian depan dipenuhi laki-laki, sedangkan emak-emak berada di shaf bagian belakang. Melihat, jama'ah telah penuh, Kang Badi mengumandangkan Iqomah. Bilal tarawih tetap dipegang oleh Eyang Mahali, tak tergantikan.
Dua puluh raka'at tarawih ditambah tiga raka'at witir dilalui dengan penuh semangat. Selesai tarawih, sebagaimana biasa pada malam Ramadlan, beberapa laki-laki menunggu kegiatan selanjutnya yaitu "bandungan", membaca Al-Qur'an secara bergantian. Pak Rijal rutin mengikuti bandungan ini.
Beberapa emak juga tidak langsung pulang dan mengobrol sebentar sampai bandungan dimulai.
Eyang putri Azis dibantu Sri dan anak-anak perempuan yang biasa mengaji di langgar, mengeluarkan teh dan makanan kecil sekedarnya untuk emak-emak yang masih tinggal termasuk Mak Munhiyah.
Khusus untuk kelompok bandungan, disediakan teh satu ceret beserta makanan kecil. Untuk malam ini, pisang goreng.
Sembari duduk selonjor mengendorkan kaki, menikmati teh hangat, dan ngobrol santai, diam-diam mereka menunggu Eyang Aziz memberi wejangan. Kali ini, Eyang Azis mewajang:
"Puasa ora mung raga. Ning kudu tekan batin lan jiwa."
(puasa itu tidak hanya fisik, tapi harus sampai ke batin dan jiwa)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar