Satu minggu menjelang lebaran, Pak Rijal sudah membeli cat oker warna hijau muda di sebuah toko bangunan di kota kecamatan untuk mengganti cat rumahnya yang sebelumnya berwarna kuning kluwus. Tentu saja beserta perlengkapannya yaitu kuas.
Kang Jumari memilih kapur untuk memperbaharui warna dinding rumahnya dari warna putih menjadi putih lagi. Bedanya warna putih sebelumnya sudah kusam dan pudar, warna putih yang baru lebih cerah dan terlihat baru. Cairan kapur didapat dengan membeli brangkal (bongkahan batu kapur) di toko kapur Pak Iskak. Batu kapur itu dicampur air dengan komposisi yang telah ditentukan. Air akan mendidih dan batu kapur akan meleleh. Setelah dingin, adonan tersebut diaduk dan dengan kuas yang terbuat dari dari seikat batang pohon padi siap digunakan untuk mengecat pagar, dinding rumah, dan apa saja dengan warna putih polos. Tak ada warna lain selain putih. Dan itu warna yang terpaksa disukai oleh orang-orang sekelas Kang Jumari dan teman-teman gepyoknya.
Mak Munhiyah Yu Sumiati, Yu Muningah, Yu Honimah, Yu Musniah dan emak-emak yang lain sibuk mempersiapkan makanan yang akan disajikan di hari raya. Besta pisang kapok kuning, rengginang, kue satu adalah cemilan khas yang harus ada di meja setiap rumah.
Di dapur, Sri dan Mak Munhiyah menumbuk kacang hijau dan gula pasir yang telah disangrai di sebuah lumpang. "Duk, dak, duk, dak" alu Sri dan Mak Munhiyah yang terbuat dari kayu batang pohon kelapa tua bergantian menghujam ke dalam lumpang. Tak ada benturan satu sama lain. Seiring seirama, beraturan dan bergantian. Kacang hijau di dalam lumpang pun begitu tenang bersahaja menerima tumbukan. Tak ada loncatan atau taburan yang terburai keluar sampai benar-benar lembut dan siap untuk disaring dengan ayakan tepung sebelum dicetak jadi kue satu.
Di rumah Yu Sumiati tercium aroma sriping pisang yang telah digoreng matang sebelum diadon dengan gula cair dan kemudian dijemur seharian. Pisang yang digunakan adalah pisang kapok kuning yang masih mentah. Pisang kapok kuning seakan menjadi buah endemik desa Bajong. Di mana-mana bisa tumbuh dan buahnya selalu bagus. Hampir setiap orang menanam pisang ini. Maka, pisang ini dijadikan sajian utama pada Hari Raya Idul Fitri.
Yu Honimah sedang menjemur nasi ketan yang telah dicetak bulat pipih dan siap digoreng menjelang lebaran. Tak lupa kaleng bekas Khong Guan pemberian dari anak Yu Musniah dikeluarkan dari lemari dan dibersihkan kembali. Kaleng istimewa itu dikeluarkan setahun sekali dan khusus untuk diisi rengginang.
Tak mau ketinggalan dengan yang lain, Dirin dan kawan-kawannya penuh antusias dan kebahagiaan menyambut hari raya. Berbeda dengan teman-temannya macam anaknya Pak Hakam, juragan cengkeh, padi dan segala macam hasil bumi yang punya uang lebih untuk membeli petasan merk Leo, Kuda Terbang, mercon bantingan atau mercon cengisan di kota kecamatan, Dirin dan teman-temannya memilih untuk membuat petasan sendiri. Mereka menyiapkan batang bambu bagian pangkal untuk membuat petasan bumbung. Bagian pangkal lebih tebal dan kuat dengan ruas yang pendek-pendek sehingga tahan terhadap ledakan. Bambu sepanjang satu meter berlubang di ujung dan dibiarkan tertutup di bagian pangkal.
Bermodal minyak tanah atau karbit serta lampu sentir sebagai pemantik api, mereka meniup dan menyulut lubang bambu masing-masing yang diletakkan dengan kemiringan 15 derajat agar minyak tanah di pangkal bambu tidak tumpah.
"Dung"
"Dung"
"Dung"
Bak meriam Belanda, suara petasan bumbung bersahutan. Asap mengepul dan terlempar dari ujung bambu. Tupai di pelepah daun kelapa gading menjingkat kaget, hampir jatuh, dan segera lari terbirit-birit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar