alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar

Senin, 21 Maret 2022

NGABUBURIT

Puasa hari pertama memang berat. Perut yang terbiasa penuh, tenggorokan yang tak pernah kekeringan dipaksa untuk menahan asupan makanan dan guyuran air sampai maghrib.


"Kita ngabuburit dekat kebun tebu di sebelah timur sungai yuk, melihat burung manyar," ajak Dirin tiba-tiba. Tadi pagi mereka gagal menyusun rencana. Urusan pinang dan marudin berbuntut panjang dan perlu penyelesaian secara serius yang membuyarkan seluruh musyawarah yang sedang mereka susun.


Dalam keadaan lemas lunglai, Dirin, Edi, Eko, Afif dan Leman tak kuasa untuk menolak ajakan Dirin. Dalam keadaan seperti itu ide mereka seperti mampat. Mereka hanya bisa mengiyakan.


Dipinggir kali, di bawah pohon maja (aegle marmelos), Dirin, Edi, Eko, Afif dan Leman duduk di atas batang pohon kelapa yang tumbang. Beberapa buah maja berwarna hijau mengkilap sebesar bola bowling di atas mereka sama sekali tak menarik karena tak bisa dimakan atau dimanfaatkan untuk apapun. 


Sambil menikmati angin semilir, mereka menikmati hijaunya sawah yang sudah mulai rapat. Nampak di kejauhan, Kang Sihin sedang membersihkan wangan dari rumput dan gulma supaya airnya laancar. Gemericik air sungai meredam panasnya matahari di siang menjelang sorer. "Shiiiiir.... Tiuuuuuu", suara burung sirtu hijau (aegithina tiphia) yang bertengger di batang pohon cangkring yang menjuntai ke atas sungai semakin menentramkan hati.


"Untung tadi kita dibilangin Eyang Azis. Kita jadi nggak melakukan perbuatan dosa," kata Dirin.

"Aku tidak jadi makan marudin harammu itu ya Rin," lanjut Afif.

"Alhamdulillah masih ada Eyang Azis yang suka mbilangin kita ya Fif. Jadi kita tidak terjerumus," tegas Dirin.


Burung kuntul berdiri di pematang menunggu belut atau katak yang lupa ingatan, siang-siang muncul karena tak memperhatikan jam. Burung paruh udang sedang mengawasi ikan bethik (anabas testudineus) di got yang airnya mengalir deras.


"Ini dia yang ditunggu-tunggu," kata Dirin.

"Ada apa Rin?" tanya Edi.

"Lihat di sana!"


Dirin menunjuk ke arah timur, ke perkebunan tebu di seberang sawah. Segerombolan burung manyar terbang di atas kebun tebu.  Ribuan burung itu terbang membuat tarian manyar yang sangat indah. 

"Mumpung Kaki Tadi nggak kelihatan. Kita ke kebun tebu yuk," ajak Edi.

"Mau ngapain?" tanya Eko.

"Biasa lah. Satu dua batang tebu kayaknya enak," jawab Edi.

"Hush, ini bulan puasa," sergah Afif.

"Ya nggak dimakan sekarang. Buat nanti malam lah," lanjut Edi.

"Ealah, bukan tebunya yang nggak boleh dimakan sekarang. Tapi mencurinya yang nggak boleh. Ini bulan puasa. Kata Eyang Azis, puasa tidak hanya menahan lapar dan haus. Tapi juga menahan diri untuk tidak mencuri, berbohong, ngomongin orang, dan lain-lain," terang Afif.


Edi tak bisa berkata-kata lagi. Tenggorokannya terasa semakin kering. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar