Selasa, 08 Oktober 2019
RAKET NYAMUK
"Ciaat....ciaaat. Jangkrik tenan ini nyamuk. Masih sore kok sudah nggigit," teriakku sambil menyabetkan raket nyamuk penuh emosi.
"Eh eh.. Nyamuk kok dibilang jangkrik. Nyamuk ya nyamuk. Jangkrik ya jangkrik," kata istriku mengingatkanku.
Musim kemarau belum juga berakhir. Nyamuk di rumahku semakin banyak. Padahal sudah tidak ada air menggenang di rumahku. Hampir tiap minggu, kami menguras bak mandi. Kaleng dan botol bekas juga kami pastikan tidak tergenang air. Sungai di depan rumahku bahkan sudah lama kering. Jangankan nyamuk, ikan saja tidak bertahan. Tapi, entah dari mana datangnya, tiap menjelang petang nyamuk-nyamuk ini menyerbu rumahku. Seakan-akan mereka tahu bahwa penghuni rumah ini gemuk-gemuk, manis-manis, darahnya banyak dan gurih.
Sialnya, sore ini nasibku kurang beruntung. Senjata andalanku hancur. Raket nyamukku berkeping-keping. Aku terlalu bersemangat dan terlalu bernafsu memukul nyamuk-nyamuk yang beterbangan. Tak sengaja, raketku menghantam lemari. Gagangnya patah. Tak bisa dipakai lagi.
Nampak nyamuk-nyamuk bersorak gembira. Suara denging mereka semakin keras berpesta merayakan hancurnya raketku.
Raket nyamuk ini sudah lama kupakai sejak 5 bulan yang lalu. Aku lebih suka menggunakan raket untuk memberantas nyamuk dibandingkan menggunakan obat nyamuk bakar, semprot maupun elektrik. Sensasinya lebih terasa. Suara yang keluar dan kilatan loncatan arus listrik membuat adrenalinku semakin naik ketika aku berhasil memukul nyamuk. Aku jadi bertambah semangat untuk membunuh lebih banyak nyamuk.
Walaupun kadang aku berpikir bahwa membunuh nyamuk itu dosa juga. Mereka juga makhluk yang ingin hidup seperti yang lain. Takdir yang membuat mereka harus mengkonsumsi darah manusia. Seandainya mereka ditakdirkan vegetarian. Makan buah, daun-daunan atau rumput. Pasti aman. Umur mereka akan lebih panjang. Tapi Tuhan telah menakdirkan seperti itu. Makanan mereka adalah darah manusia. Setiap malam mereka harus mendekati manusia. Taruhannya adalah nyawa. Manusia jelas tidak mau terganggu dengan kehadiran mereka. Penyakit demam berdarah, malaria dan cikungunya yang mereka bawa membuat manusia mati-matian mempertahankan diri dari gigitan nyamuk. Berbagai cara dilakukan untuk memberantas mereka. Tapi nyamuk tetap sabar. Mereka menjalani takdir mereka dengan ikhlas. Mungkin kematian seperti inilah yang dinamakan mati syahid bagi nyamuk. Mati dalam keadaan berjuang untuk melanjutkan kehidupan. Aku hanya bisa berdoa semoga mereka husnul khotimah.
Dan aku menjalani takdirku juga. Tanpa raket nyamuk aku bagaikan arjuna tanpa panah pasupatinya. Bagaikan macan ompong juga. Aku tak berdaya. Maka, aku segera membeli raket nyamuk baru di sebuah toko elektronik.
"Jangan sampai kena air, jangan digetok-getokkan, hindari benturan," pesan sang penjual, ibu-ibu agak gendut.
"Ada garansinya bu?" tanyaku. Aku berharap sekali barang elektronik ini ada garansinya karena cara pemakaianku membutuhkan itu.
"Maaf nggak ada,"
Aku kecewa. Tapi tetap saja kubeli raket nyamuknya.
Benar saja, sesampai di rumah, nyamuk-nyamuk semakin banyak. Segera kukeluarkan senjata baruku.
"Ciaat....ciaaat," teriakku. Kali ini tidak pakai "jangkrik".
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar