alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar

Selasa, 23 Agustus 2016

TAMU DAN BURUANNYA

“Assalamu’alaikum,” kalimatku kutata rapi, pelan dan mantap di depan pintu rumahku sendiri.

Aku sengaja melakukan itu karena kulihat ada sedan Honda Civic berwarna biru terparkir di halaman dan ada 2 pasang sandal asing di depan pintu. Dugaanku benar, ada 2 orang tamu di rumahku: seorang laki-laki berumur sekitar 55 tahun dan seorang perempuan berumur sekitar 50 tahun.

Istriku dan para tamu tersebut menjawab serempak “Wa’alaikum salam” dan segera kusalami para tamu tersebut.

“Baru jalan-jalan ya Pak?” sapa sang tamu laki-laki.
“Ini baru menuruti kemauan anak,” jawabku.

Tanpa basa-basi aku ikut bergabung menemani istriku menemui tamu tersebut sementara anakku bergegas menenteng 2 bungkus bakso ke belakang.

“Bapak dinas di SMA 2?” tanya sang tamu perempuan.
“Iya bu,” jawabku
“Bareng De’ Us ya?” sambungnya

Aku berpikir sejenak, siapa yang dimaksud dengan De’ Us . Untung otakku tak lemot-lemot amat untuk sekedar menghubungkan kata “De’ Us” dengan daftar nama guru di sekolahku.

“Hm.. iya Bu, bareng Bu Uswatun,kok Ibu kenal?
“Iya, kami bertetangga di perumahan. Saya juga sering ke SMA 2 lho”

Aku tertegun sejenak. Sering ke SMA 2? Aku mencoba menerka-nerka siapakah orang di hadapanku ini. Kutatap wajahnya sekali lagi. Ku ulang memoriku. Sama sekali tak berhasil. Aku tak bisa mengingatnya.

“Kalau boleh tahu dalam rangka apa ya bu atau dalam kegiatan apa?” tanyaku penasaran.
“Evaluasi diri,” jawab beliau mantap.

Masya Alloh. Mendengar kata evaluasi diri, hatiku berdesir. Psikisku tiba-tiba drop. Aku teringat evaluasi diri semester kemarin. Tapi aku berusaha mengendalikan diri. Olah data di otakku berusaha keras untuk menghubung-hubungan: Bu Uswatun, tetangga, evaluasi diri, pengawas. Ketemu.

“Jadi, di hadapan saya ini Bu Tri?” tanyaku. Aku teringat cerita Bu Uswatun bahwa salah satu pengawas yang menilai evauasi diri adalah Bu Tri, tetangganya.
“Iya benar. Pangling ya Pak?” kata beliau

Sesaat jantungku berdegup kencang. Ternyata dunia terlalu sempit. Tanpa diduga, setelah sekian lama dunia tenang, dunia kembali terasa berguncang. Aku bahkan telah tenteram dengan kehidupanku setelah berhasil melarikan diri dari kegiatan evaluasi diri. Aku menyangka para pemburuku telah melupakan buruannya. Ternyata mereka masih berkeliaran. Dan malam ini, mereka berhasil menemukan buruannya. Sang kucing telah menemukan si tikus. Aku bertekuk lutut. Tak ada kata-kata lagi yang bisa keluar dari mulutku. Istriku yang tahu kondisiku hanya senyam-senyum. Aku tak paham makna senyumannya. Senyum bahagiakah melihat suaminya sedang tersudut dan ketakutan?

Walau bagaimanapun, aku tetap berusaha menjawab pertanyaan Bu Tri.

“Iya Bu, pangling dan tak menyangka Ibu rawuh ke rumah saya,” jawabku agak tergagap.
“Maaf ini Pak, malam-malam mengganggu. Saya sama suami ke sini ingin bertemu ibu, mau menanyakan kondisi cucu kami di sekolah. Tadi ibu sudah cerita banyak. Mudah-mudahan cucu saya bisa lebih baik di sekolah. Minta bimbingannya ya Bu,” kata Bu Tri sambil menepuk-nepuk pundak istriku.

Plong. Otakku kembali normal. Pelan-pelan, detak jantungku kembali teratur. Ternyata Bu Tri bersama suaminya hanya berkepentingan dengan istriku, ingin menanyakan kondisi cucunya yang kebetulan menjadi murid istriku di TK.


Bukan untuk memburu buruannya yang kabur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar