Kata pepatah, "pejabat baru aturan
baru". Itu berlaku dari tingkat RT sampai tingkat nasional di Indonesia. Maka jangan heran
ada kebisaan baru di sekolahku setelah kepala sekolahku baru. Setiap pukul
06.55, sebelum masuk kelas, kepala sekolah memimpin doa bersama dan melakukan koordinasi pagi di ruang guru.
Dengan kebiasaan ini, para guru dituntut
datang 5 menit lebih awal dari waktu kehadiran siswa yaitu pukul 07.00. Padahal
menurut peraturan Bupati Nomor 52 Tahun 2015 tentang Pendidikan Karakter pada
Satuan Pendidikan di Kabupaten Batang pada tanggal 7 September 2015,guru seharusnya
datang 15 menit lebih awal. Tapi karena selama ini, kedatangan guru masih berprinsip "yang penting tidak terlambat masuk kelas" maka kedatangan 5 menit lebih awal menjadi beban tersendiri. Dan walaupun ini masih jauh dari peraturan bupati, setidaknya sudah mulai ada perubahan prinsip yaitu "yang penting masih
lebih awal daripada siswa".
Akan tetapi, permasalahan yang
kemudian muncul adalah doa bersama dan koordinasi di ruang guru seringkali
melebih waktu yang ditentukan, bisa berlangsung selama 15 menit. Tentu saja,
guru seringkali terlambat masuk kelas. Beruntung bagi guru yang “kebetulan” kelasnya
sudah mandiri melaksanakan kegiatan pagi (membaca asmaul husna dan menyanyikan
lagu Indonesia Raya) tanpa didampingi guru. Nah, untuk kelas yang belum
mandiri, mereka belum akan melaksanakan kegiatan pagi tanpa didampingi guru.
Konsekuensinya, jam pelajaran terpotong untuk kegiatan pagi.
Untuk keluar dari masalah ini, ada beberapa
pilihan solusi: (1) guru datang 15 menit lebih awal sesuai aturan bupati, (2) meniadakan koordinasi
pagi, (3) mengkoordinasi semua kelas untuk melakukan kegiatan pagi tanpa
didampingi guru. Menuntut guru datang 15 menit lebih awal sesuai dengan
peraturan bupati adalah sangat baik. Tapi ini artinya harus merubah adat dan kebiasaan
guru di sekolahku yang datangnya mepet. Susah lho merubah budaya. Butuh waktu
yang tidak pendek dan butuh waktu untuk mengingatkan secara terus-menerus.
Ataukah memilih opsi kedua yaitu menghapus kegiatan koordinasi pagi. Padahal
koordinasi pagi juga sangat baik untuk sekadar memberikan informasi tentang
berbagai hal. Pilihan ketiga mungkin lebih logis dan lebih meringankan guru yaitu mengkoordinasi semua kelas untuk melakukan kegiatan pagi tanpa didampingi guru.
Akan tetapi siswa juga memerlukan sosok guru dengan kehadiranya
untuk bersama-sama melaksanakan kegiatan pagi. Sekali dua kali, siswa atau kelas mungkin
masih bisa dikoordinasikan secara disiplin. Tapi coba saja dalam waktu 1 semester.
Apakah mereka bisa tetap bertahan?
Monggo dipilih. Memilihnya gampang,
melaksanakannya sulit. Selamat memilih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar