Minggu, 31 Mei 2020
RIYOYO KUPAT
Hari ini di sosmed berseliweran foto kegiatan riyoyo (bodo) kupat terutama masakannya yang terdiri dari ketupat, opor ayam dan lain-lain.
Di Batang, riyoyo kupat diperingati pada tanggal 8 syawal atau bertepatan dengan tanggal 31 Mei 2020 setelah menyelesaikan puasa sunah syawal selama 6 hari yaitu dari tanggal 2 sampai 7 syawal.
Pada riyoyo kupat yang awalnya diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga ini, masyarakat "berpesta" ketupat dan lauknya baik di rumah masing-masing, bersama teman, tetangga, saudara maupun di tempat umum seperti masjid.
Akan tetapi, tradisi ini sudah berkurang di lingkungan perumahan karena budaya yang dibawa dari daerah masing-masing belum tentu ada riyoyo kupat. Di kompleks perumahanku yang sebagian besar adalah pendatang, tidak ada tradisi riyoyo kupat. Aku yang berasal dari Purbalingga dan istriku yang berasal dari Kebumen pun baru mengetahui dan mengenal riyoyo kupat di Batang tapi belum pernah melaksanakan ataupun mengikuti kegiatan riyoyo kupat ini.
"Ma, sekali-sekali kita mengadakan riyoyo kupat Yuk! Mama bikin ketupat sama opor ayam lagi," ajakku.
"Wong nggak puasa syawal kok minta riyoyo kupat. Puasa dulu enam hari, baru Mama buatin kupat dan opor ayam."
Selasa, 26 Mei 2020
SHOLAT IED DI RUMAH
Walaupun di mushola dekat rumahku yang hanya berjarak kurang dari 100 meter dari rumahku menyelenggarakan sholat ied berjamaah, namun mengikuti himbauan dari MUI, pemerintah dan Kementerian Agama RI supaya melaksanakan sholat ied di rumah masing-masing, akhirnya aku memutuskan sholat ied di rumah saja, sebuah peristiwa langka yang belum tentu terjadi seumur hidup.
Karena sholat ied di rumah saja, maka aturannya pun lebih longgar. Tak ada masker, tak ada physical atau social distancing, tak ada baju baru, mukena baru atau sarung baru. Sholat ied kumulai pada pukul 08.00 setelah kami mandi, sarapan ketupat dan opor ayam, dan nonton tivi juga.
Sholat ini diikuti istri dan kedua anakku. Sholat dua rokaat dengan 7 takbir di rokaat pertama dan 5 takbir di rokaat kedua ini kulanjutkan dengan bercerita. Bukan khotbah, karena tidak ada salam, sholawat dan bacaan ayat suci Al-Qur'an. Kenapa bercerita? Bercerita itu ada tanya jawabnya, ada dialognya, ada bantah-bantahannya dan eyel-eyelannya. Lebih seru.
Satu jam acara bercerita, tanya jawab dan eyel-eyelan selesai. Sholat ied pun kuakhiri dengan berphoto-photo.
#minal aidin wal faizin. Mohon maaf lahir batin.
Minggu, 24 Mei 2020
BELALANG KAYU
(Valanga nigricornis)
Belalang kayu merupakan serangga herbivora (pemakan tumbuhan) berukuran 45-55 mm (jantan) dan 15-75 mm (betina).
Tersebar di wilayah selatan Thailand, Malaysia, Indonesia dan Filipina, di beberapa wilayah serangga ini dianggap sebagai hama karena memakan tanaman petani. Sebagai hama, berbagai upaya dilakukan untuk membasminya baik secara manual menggunakan jaring maupun insektisida.
Sebaliknya, di wilayah Gunung Kidul Yogyakarta, belalang ini dianggap sebagai potensi lokal. Belalang menjadi salah satu kuliner khas dari wilayah tersebut. Belalang goreng, belalang bacem atau oseng belalang adalah masakan unik khas gunung kidul.
Di masa kecilku, belalang adalah cemilan yang lezat. Berburu belalang di sawah atau di lapangan desa menjadi hobi yang tak terlupakan. Hanya berbekal plastik atau plastik, botol, kaleng atau anyaman ketupat dari janur yang masih kosong untuk wadah, aku mengejar dan menangkap belalang secara manual. Bukan oseng, goreng atau bacem belalang yang kubuat. Cukup dibakar saja, rasa gurihnya sampai ke hati.
Pagi ini, seekor belalang kayu masuk ke rumahku. Tentu tak tahu kalau pemilik rumah adalah mantan pemangsa belalang. Sayangnya hanya seekor, jadi aku tak berminat untuk memasaknya.
Akhirnya, kulepaskan. Siapa tahu dia datang lagi mengajak teman-temannya.
Belalang kayu merupakan serangga herbivora (pemakan tumbuhan) berukuran 45-55 mm (jantan) dan 15-75 mm (betina).
Tersebar di wilayah selatan Thailand, Malaysia, Indonesia dan Filipina, di beberapa wilayah serangga ini dianggap sebagai hama karena memakan tanaman petani. Sebagai hama, berbagai upaya dilakukan untuk membasminya baik secara manual menggunakan jaring maupun insektisida.
Sebaliknya, di wilayah Gunung Kidul Yogyakarta, belalang ini dianggap sebagai potensi lokal. Belalang menjadi salah satu kuliner khas dari wilayah tersebut. Belalang goreng, belalang bacem atau oseng belalang adalah masakan unik khas gunung kidul.
Di masa kecilku, belalang adalah cemilan yang lezat. Berburu belalang di sawah atau di lapangan desa menjadi hobi yang tak terlupakan. Hanya berbekal plastik atau plastik, botol, kaleng atau anyaman ketupat dari janur yang masih kosong untuk wadah, aku mengejar dan menangkap belalang secara manual. Bukan oseng, goreng atau bacem belalang yang kubuat. Cukup dibakar saja, rasa gurihnya sampai ke hati.
Pagi ini, seekor belalang kayu masuk ke rumahku. Tentu tak tahu kalau pemilik rumah adalah mantan pemangsa belalang. Sayangnya hanya seekor, jadi aku tak berminat untuk memasaknya.
Akhirnya, kulepaskan. Siapa tahu dia datang lagi mengajak teman-temannya.
JE T'AIME BEAUCOUP
Malam ini, istriku yang baik hati membuatkan kopi hitam untukku.
"Merci beaucoup Ma," kataku dalam Bahasa Perancis yang artinya 'terima kasih banyak'.
"Je t'aime beaucoup," jawab istriku dengan pede-nya.
"Ma..makanya kalau diajari Bahasa Perancis diperhatikan dengan baik, jadi nggak salah terus," jelasku
"Lha emang salah ya?" debat istriku.
"Ya salah lah. Kalau ucapan terima kasih itu jawabnya sama-sama. Bahasa Perancisnya 'de rien' atau 'je vous en prie'," terangku.
"Lha mama tahunya je t'aime beaucoup" kata istriku.
"Itu artinya aku cinta kamu," jawabku.
"Nah itu jawaban yang lebih romantis kan Pa?" kata istriku ngeyel.
"Wis sakarepmu Ma."
MENUNGGU MALAM LAILATUL QADAR
Malam ini malam ke-27 Romadhon. Malam ganjil seperti ini konon berpotensi menjadi malam lailatul qadar, malam dimana malaikat turun ke bumi dan malam yang lebih baik dari seribu bulan.
"Kok malam ini panas sekali ya Ma. Kayaknya mau hujan ini," celetukku.
Udara lembab dan panas adalah salah satu tanda akan turunnya hujan.
"Waduh. Berarti nggak jadi lailatul qadar nih. Malaikat nggak jadi turun," jawab istriku.
"Kenapa?" tanyaku
"Menurut riwayat, suasana malam lailatul qadar itu udaranya sejuk. tidak panas, tidak dingin, tidak ada awan, tidak hujan, tidak ada angin kencang, dan langit cerah," jelas istriku.
"Walloohu a'lam Ma. Kan tidak harus seperti itu juga. Mau beribadah ya beribadah saja. Siapa tahu tanda-tandanya berbeda dengan tanda-tanda pada umumnya. Tiba-tiba lailatul qadar. Tiba-tiba malaikat turun," kataku.
"Tapi nggak ada riwayatnya malaikat turun ke bumi saat hujan," kata istriku ngeyel.
"Kan bisa pakai payung."
SERABI KALIBELUK
Serabi kalibeluk adalah serabi sebagaimana serabi-serabi pada umumnya. Terbuat dari adonan tepung, santan, gula merah dan bumbu lainnya. Yang membedakan adalah bentuk dan volumenya yang cukup "nggilani" ketika pertama kali melihatnya. Dengan ketebalan 5 cm dan diameter lebih dari 10 cm, Anda tidak akan bisa menghabiskan serabi ini sendirian sebagai cemilan. Butuh dua atau tiga orang untuk ikut mengerubutinya. Namun, dalam keadaan lapar, serabi ini layak anda santap sebagai pengganti sepiring nasi. Dijamin kenyang.
Serabii ini asli dari desa Kalibeluk, Kecamatan Warungasem Kabupaten Batang. Anda bisa memperolehnya di pinggir jalan pasar Warungasem atau langsung ke pembuatnya di desa Kalibeluk. Harganya cukup murah. Yang pasti Anda kaget dengan harganya yang tak lebih mahal dari harga seliter bensin.
Konon katanya resep Serabi Kalibeluk ini tidak bisa dibuat oleh sembarang orang kecuali keturunan dari Nyai Randinem (cikal bakal pembuat Serabi di Desa Kalibeluk).(https://batangkab.go.id/?p=2&id=24). Oleh karena itu, serabi ini menjadi kuliner khas Batang namun belum tersedia di seluruh wilayah Batang. Jika Anda ingin mencicipinya, Anda perlu sedikit waktu untuk ber-hunting ria mencapai pasar Warungasem atau Desa Kalibeluk yang jaraknya sekitar 2,5 km dari pusat kota Batang.
Serabi Kalibeluk paling cocok dinikmati bersama kopi hitam tanpa gula atau teh pahit panas di pagi hari ketika udara masih sejuk. Rasa manisnya sudah diperoleh dari serabinya. Asap dan aroma khas yang mengepul dari bongkahan serabi menambah syahdunya pagi. Apalagi diiringi dengan hujan gerimis, rasanya tambah mantap. Tapi dengan syarat serabinya jangan kehujanan.
#terima kasih Mba Salipah oleh-oleh serabinya.
BUBUT AYAM DAN PARUT KELAPA
Opor ayam adalah masakan khas lebaran untuk menemani ketupat. Tentu saja, hampir semua orang ingin menyediakan masakan ini pada hari yang spesial.
Dua hari menjelang hari raya, bertebaran penjual jasa bubut ayam dan parut kelapa sebagai bahan utama pembuat opor ayam.
Penjual jasa bubut ayam menawarkan jasa untuk menyembelihkan, mencabuti bulu, membersihkan dan mencincang daging ayam sesuai ukuran yang diinginkan. Konsumen bisa membawa ayam sendiri dari rumah atau bisa membeli ayam yang tersedia di tempat jasa bubut ayam sesuai selera. Harga silahkan dinego sendiri! Ada pula jasa bubut ayam yang tidak menyediakan ayam, tapi biasanya ada penjual ayam yang muncul di dekat jasa bubut ini. Walaupun mereka pura-pura tak saling kenal, aku yakin mereka sudah bekerja sama. Semacam kartel.
Penyedia jasa ini terdiri 5 sampai 7 orang. Ada yang bertugas merebus air, menyembelih, mencabut bulu, membersihkan, dan mencincangnya. Penjual jasa bubut ayam ini dilakukan secara manual. Untuk mencabut bulu ayam, mereka merebus air untuk menyiram ayam yang telah disembelih dan mencabut bulu dengab tangan. Setelah itu, daging ayam dicincang sesuai ukuran pesanan dan dicuci sekedarnya.
Selain jasa bubut ayam, jasa yang banyak muncul secara tiban adalah jasa parut kelapa. Jasa ini sekaligus menyediakan kelapanya. Berbeda dengan jasa bubut ayam yang dilakukan secara manual, penyedia jasa parut kelapa ini menggunakan mesin parut yang digerakkan dengan mesin diesel kecil. Namun untuk memisahkan kelapa dari batoknya masih dilakukan secara manual dengan menggunakan pisau besar yang tajam. Jasa parut kelapa ini tetap laris manis walaupun santan instan sudah banyak tersedia di minimarket.
"Masih enakan santan alami yang langsung dari kelapa," kata istriku.
Menjelang sore pada hari puasa terakhir, istriku memintaku untuk mengantarnya ke tempat jasa bubut ayam dan parut kelapa.
"Mama bisa pergi sendiri sih," kataku agak malas karena sore seperti ini kondisiku sudah agak lemas dan pasti antrinya lama.
"Mau opor ayam nggak?" ancamnya.
"Baiklah."
TONG TONG PREK
Tepat pukul 02.00 dini hari, pasukan tong-tong prek lewat depan rumahku. Walaupun sudah hampir sebulan ini aku mendengar keriuhan suara mereka, tetap saja aku masih bangun dengan terkaget-kaget, lap-lapan dan separoh nyawaku pergi.
Pasukan ini terdiri dari anak-anak kecil seumuran SD dan SMP. Markas besar mereka adalah masjid. Setelah sholat tarawih dan tadarus, mereka memilih untuk tetap tinggal di masjid dan tidak pulang ke rumah. Bahkan mereka memilih untuk tidak tidur sampai waktu pemberangkatan pasukan dimulai untuk berkeliling kompleks.
Lagu-lagu rancak bergenre dangdut koplo mengalun dari mulut mereka bersama-sama. "Saur ora saur sa'karepmu, sahur sahurnya project pop, cucak rowo, oplosan", bahkan "garuda pancasila, dari sabang sampai merauke dan halo-halo bandung" yang digenrekan ke dalam dangdut koplo menjadi lagu andalan mereka. Maaf, kali ini lagu-lagu melow, patah hati, rohani, dan keroncong tak laku. Jadi, Afgan, Raisa, Judika, BCL, Rizki Febian, dan kawan-kawan, kalian putus kontrak dulu. Kini saatnya Nela Karisma, Via Valen, NDX AXA dan Soimah tampil.
Alat musik sekenanya dipegang oleh setiap anggota kelompok: ember, botol plastik diisi kerikil, panci, blek, kaleng, galon air mineral, dan alat-alat dapur lainnya yang tentu saja diambil dari dapur rumah masing-masing tanpa ijin ibu mereka. Lagi-lagi maaf, alat musik petik, tiup dan gesek minggir. Semuanya memakai alat musik tabok dan pukul. Untung saja, tak ada yang berminat sama sekali untuk membawa beduk di masjid. Mungkin terlalu berat atau mungkin takut dimarahi takmir masjid. Masing-masing anggota memukul alat musiknya sekeras-kerasnya dan ingin menonjolkan suara musiknya. Tak ada not balok yang dimainkan dengan aransemen tertentu. Prinsip mereka yang penting berbunyi, keras, kompak dan rancak.
Tujuan pasukan ini sangat mulia dan tak ada yang perlu disalahkan yaitu membangunkan orang untuk sahur. Akan tetapi, waktu operasi pasukan ini yang terlalu pagi kadang membuatku terpaksa duduk sebentar sambil lenger-lenger mengumpulkan nyawaku kembali, kemudian menunggu mereka berlalu dan tidur lagi.
Langganan:
Postingan (Atom)