alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar

Jumat, 16 Januari 2015

KUNJUNGAN TEMAN

“Hallo. Assalamu’alaikum. Maaf Pak, mau tanya besok hari Minggu njenengan di rumah tidak?” tanya Bu Achmawati via telepon. Beliau adalah ketua Yayasan Pembangunan Persada (YPP) yang menaungi SMK Pembangunan 1 dan 2, sekolah tempat aku mengajar dari tahun 2003-2010 di Kebumen.
“Emang ada apa Bu?” tanyaku penasaran. Bagaimana tak penasaran. Orang dari Kebumen, sebuah kota di pantai selatan Jawa Tengah menanyakan keberadaanku di Batang, sebuah kota di pantai utara Jawa Tengah. Jarak antara kedua kota itu sekitar 360 km diukur dari jalan yang harus ditempuh.
“Kami mau silaturahmi ke rumah njenengan. Insyalloh kami berangkat jam 06.00 pagi. Ada sekitar 20 orang yang ikut,” kata Bu Achmawati

Aku tercekat sebentar. Tak ada kata-kata yang bisa keluar dari lidahku. Aku tak menyangka. Teman-temanku yang berada di tempat yang jauh akan mengunjungiku. Beberapa saat aku terdiam. Aku tak menyangka.

“Bagaimana Pak?” tanya Bu Achmawati
“Hmm eh iya iya, saya di rumah. Nggak ke mana-mana. Kok kadingaren Bu. Ada angin apa yang membuat teman-teman mau ke rumah saya?” tanyaku penasaran.
“Nggak ada apa-apa Pak. Hanya ingin silaturahmi saja,” jawab Bu Wati

Sampai pembicaraan selesai dan telepon ditutup, aku masih terbengong-bengong di depan ruang guru. Rasanya masih tak percaya.

Pulang sekolah kukabari istriku untuk mempersiapkan diri menerima tamu jauh. Sore itu, kami menyusun rencana strategis untuk menyambut tamu. Bersih-bersih, Menyiapkan tikar, Konsumsi sampai oleh-oleh.
Setelah bersih-bersih, aku meminjam tikar dan karpet RT. Istriku berpikir keras untuk menyajikan konsumsi yang pantas walaupun Bu Achmawati melarang kami untuk repot-repot.

“Tidak perlu repot-repot. Snack, makan siang sudah kami siapkan dari rumah. Panjenengan cukup menyiapkan tikar saja,” kata Bu Achmawati yang takan kekurangan hanya untuk membiayai perjalanan dengan paket lengkap.

Akan tetapi, sebagai tuan rumah, tak pantas kalau kami tidak memberikan sajian walaupun ala kadarnya. Istriku menelpon Mba Inayah untuk memesan Nagasari dan kacang, Bu Supri untuk menyiapkan es durian dan Pak No untuk mendatangkan gerobak baksonya ke rumah kami. Tak lupa kami mencari oleh-oleh khas Batang untuk teman-temanku. Berbagai alternatif makanan ringan ternyata tak ada yang bercirikan Batang. Akhirnya, kami putuskan untuk membeli batik. Walaupun batik adalah oleh-oleh khas Pekalongan, tapi di Batang pun sebenarnya ada industri batik walaupun kalah tenar dengan kota tetangga.

Pukul 13.00 WIB, setelah menempuh perjalanan selama 7 jam teman-temanku tiba di rumahku. Turun dari bus, mereka membawakanku 1 dus oleh-oleh khas Kebumen yaitu lanting. Satu per satu mereka menyalami dan memelukku. Matahari yang menyengat dan udara lembab bulan Januari membuat suasana rumah begitu panas.

“Wah, cocok nih. Es Durian,” kata Pak Totok mengomentari sajian awal kami.

Udara panas tak mengurangi rasa kangen kami. Obrolan kami terdengar gayeng. Cerita masa lalu diungkapkan kembali, tentang sekolahku dulu, tentang kondisi guru dan siswanya. Benar-benar membuatku kangen untuk kembali seperti dulu.

Sebelum pulang, teman-temanku menyempatkan sholat dan mandi dengan air kota Batang yang sejuk.

Pukul 17.00 WIB kami benar-benar harus berpisah karena esok hari mereka masih punya kewajiban untuk mengajar.

Terima kasih kawan-kawan, kalian tak bisa kulupakan.


Perpisahan yang tak harus kutangisi, tapi air mataku tak kuasa kubendung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar