Setelah sholat dzuhur berjama'ah di mushola, aku duduk di hall, ruang terbuka beratap di dekat mushola, sambil memakai kaos kaki dan sepatu. Udara sejuk musim hujan bulan Januari ini merasuk ke kulit. Melihatku duduk, beberapa siswa menyalamiku (tentu saja sambil cium tangan), kemudian merubungku. Mereka adalah siswa-siswa kelas XII.
"Pak, apa benar Ujian Nasional tahun ini dilaksanakan dengan cara online?"
"Kata siapa?"
"Kata Waka Kurikulum Pak?"
"Wah, saya belum dengar itu. Sampai saat ini POS (Prosedur Operasi Standar) Ujiannya saja belum keluar."
"Lha tapi kalau online beneran gimana Pak?"
"Yah, dilihat saja. Komputer di sekolah ini ada berapa? Siswanya ada berapa? Jumlah mata pelajaran yang diujikan ada berapa? Satu mata pelajaran membutuhkan waktu berapa menit? Bayangkan, sekolah kita mempunyai komputer 20 unit. Kalian harus masuk ruang ujian secara bergantian per kelompok 20 siswa. Setiap kelompok membutuhkan waktu 2 jam. Butuh waktu berapa hari untuk melaksanakan Ujian Nasional secara online? Belum lagi di daerah terpencil yang mungkin belum ada komputer dan bahkan belum ada listrik. Bagaimana melaksanakannya? Kalau Ujian Nasional online akan dilaksanakan tahun ini, pemerintah perlu biaya berapa? Untuk membelikan komputer untuk setiap sekolah se-Indonesia, melatih tenaga operatornya, melatih gurunya, melatih siswanya cara mengerjakan Ujian secara online. Padahal kurang 3 bulan lagi. Mungkinkah? Kayaknya tak mungkin. Kalau hanya untuk uji coba, bisa saja. Kalian jadi kelinci percobaan pertama. Mau?"
"Ya nggak mau dong Pak. Objek percobaan biasanya jadi korban Pak. Masa kami mau dijadikan korban."
"Yah, berdo'a saja mudah-mudahan Ujian Nasional tahun ini biasa-biasa saja. Bagaimanapun bentuk ujiannya, yang penting kalian belajar. Ok?"
"Ok Pak!"
Bel berbunyi. Waktu istirahat pun berakhir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar