alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar

Senin, 01 Desember 2014

NGOPI

Maintenant, nous avons parler de boisson, especialement café. Café est kopi en Indonesie.
En 1669, un délégué de Sultan Mohammed IV, le gouverneur de Turquie Otoman va à Paris. Il porte des grains mystérieux par sacs.  Un jour, ils s’appellent café. En 1672, un entrepreneur Armenien qui s’appelle Pascal vend le café au public.
Et je suis amoureux de café. Bien sure, je peux faire le café delicieux.

“Pak, nanti malam kami ke rumah Bapak ya?” kata salah satu siswaku
“Mau ngapain?” tanyaku
“Pingin ngopi, boleh ya Pak?” jawab dia.
“Ya boleh, nanti sms ya, siapa tahu saya pas lagi pergi” kataku
“Ok Pak, makasih”

Sekitar pukul 19.30 WIB, enam orang siswaku datang ke rumah. Kupersilahkan masuk dan tentu saja kusediakan kopi spesial buat mereka ditambah kacang rebus dan jeruk. Sengaja kubuatkan satu ceret kopi biar mereka bisa  nambah.

“Ayo, silahkan diminum,” kataku

Kami pun ngobrol ngalor ngidul. Tak lupa kuperkenalkan istri dan anak-anakku. Bukan pelajaran yang kami bicarakan. Kami lebih banyak bicara tentang hal lain. Aku bercerita tentang pengalamanku semasa muda dan keluargaku. Mereka bercerita tentang cita-cita dan hobi mereka.

Tak terasa, jam dinding di rumahku sudah menunjukkan pukul 22.00 WIB. Mereka pun pamit pulang. Kopi, kacang rebus dan jeruk pun ludes.

“Merci beaucoup untuk kopinya, Monsieur. C’est très delicieux. Kapan-kapan boleh main lagi ya Pak?”


Alhamdulillah, aku bisa menyambut tamu dengan baik. Kopi telah membuat mereka merasa nyaman di rumahku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar