alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar

Jumat, 12 Desember 2014

REMIDI

Setelah koreksi hasil Ulangan Akhir Semester 1 (UAS 1) mata pelajaran Bahasa Perancis selesai, maka pada hari Rabu tanggal 10 Desember 2014 aku umumkan beberapa siswa yang belum tuntas. Nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) untuk Bahasa Perancis adalah 75, atau 3.00 dalam nilai konversi atau B dalam nilai huruf . Pengumuman kutempel di kaca ruang guru. Kaca ruang guru adalah tempat paling praktis untuk menempel pengumuman remidi. Guru tidak perlu beranjak dari ruang guru karena ditempel secara terbalik dari dalam. Siswa juga sudah terbiasa dengan tempat tersebut. Setiap selesai ulangan, siswa tengak-tengok di depan ruang guru untuk mencari infromasi hasil ulangan dan remidi. Tak ayal, hari ini di depan ruang guru penuh sesak dengan massa yang berdesakan.

Sebenarnya aku masih ragu apakah remidi ini akan efekif? Selain waktu untuk belajar kembali yang terlalu pendek, siswa yang melakukan remidi juga tidak diberi pendalaman materi lagi. Apakah kemampuan siswa tersebut dapat meningkat dan dapat mencapai nilai KKM tanpa pendalaman materi dan dalam waktu yang begitu pendek? Hasilnya dapat dilihat setelah remidi.

Dari 152 siswa, ada 26 anak yang aku nyatakan harus mengikuti remidi. Jadwal remidi Bahasa Perancis adalah hari Jum’at. Mereka mempunyai kesempatan 2 hari untuk belajar.

Pada hari Jum’at pukul 08.30 remidi Bahasa Perancis seharusnya dilaksanakan. Namun, karena harus mencari tempat yang layak untuk melakukan remidi, maka remidi diundur beberapa menit. Jangan menganggap mudah untuk mencari tempat layak setelah UAS. Selain kotor, sebagian kelas dipakai untuk kegiatan atau sekedar untuk ngobrol para penghuninya. Dan mereka biasanya enggan untuk beranjak dari dalam kelas. Akhirnya, tepat pukul 09.00 WIB setelah berkeliling dengan diikuti 26 siswa yang akan mengikuti remidi, aku berhasil mengusir penghuni kelas X MIIA 3 yang kebetulan hanya beberapa gelintir orang di dalamnya. Lagi pula, kelas ini lumayan bersih.

“Kalian sudah belajar ?” tanyaku
“Sudah Pak,” jawab mereka serempak
“Bagus”

Waktu 45 menit kutentukan untuk mengerjakan 30 soal esay yang kubuat. Tepat pad pukul 09.45 jawaban dikumpulkan.

Aku juga harus segera mengoreksi jawaban mereka karena nilai hasil UAS 1 harus segera dikumpulkan. Kubutuhkan waku 60 menit untuk mengoreksi jawaban mereka. Dari 26 anak, semuanya masih mendapat nilai di bawah KKM.

O la la....

Haruskah kulakukan remidi lagi? Seharusnya iya. Tapi apakah dengan melakukan remidi lagi, siswa yang mengikuti remidi akan berkurang? Aku meragukan itu. Melihat realitas di lapangan, siswa yang mengikuti remidi Bahasa Perancis juga mengikuti remidi hampir di semua mata pelajaran. Mereka mempunyai julukan “panitia remidi” karena tiap hari mengurusi remidi. Mau diremidi berapa kalipun, sama saja.

Dilema sekali. Seandainya 26 anak ini tidak tuntas, maka berpotensi untuk tidak naik kelas. Dalam sejarah sekolahku, belum pernah ada 26 anak tidak naik sekaligus. Efeknya pasti lebih besar. Tapi, seandainya nilai mereka dituntaskan sehingga mencapai nilai KKM, pada kenyataannya mereka belum mempunyai kompetensi minimal.

Entah dari mana muncul dalam pikiranku, “Sudahlah tuntaskan saja toh mereka sudah mengikuti remidi.”

Lalu, apa fungsinya remidiku ini? Hanya sebagai hukuman kah? Karena ketidakmampuan mereka, aku menghukum dengan cara membuat mereka repot. Cukup dengan merepotkan mereka saja? Biar mereka kapok? Mereka harus datang ke sekolah untuk mengikuti remidi sementara teman-teman mereka bisa libur di rumah ataupun ke sekolah hanya untuk bercanda dan bersenda gurau dengan teman-teman mereka. Kalau remidi merupakan sebuah hukuman, apakah tidak lebih baik sekalian kusuruh push up, sit up, lari keliling lapangan, menyapu, membersihkan WC, atau dengan denda. Tapi tak etis rasanya, nilai tuntas hanya ditukar dengan push up, sit up, lari keliling lapangan, menyapu, membersihkan WC dan denda.

Kali ini benar-benar menyangkut urusan moral dan hati.


Akhirnya. Yo wis lah, cara “membuat mereka kapok” ini mungkin menjadi salah satu metode remidi untuk menuntaskan nilai mereka. Tapi sekali lagi ini hanya untuk mengangkat nilai mereka tapi sama sekali tidak mengangkat kemampuan mereka sesungguhnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar