Hari Minggu adalah hari bersih-bersih. Sekalian untuk mempersiapkan hari pertama masuk sekolah. Anak perempuanku mencuci tas dan sepatu. Bukan hanya tas dan sepatunya sendiri tapi juga sepatu milik mamanya.
Kondisi rumahku yang berada di perumahan sempit dan belum mempunyai lahan jemur menyebabkan kami menjemur di halaman rumah. Kebetulan halaman rumahku di pinggir sungai kecil. Pada musim kemarau ini, air sungai hanya sedikit. Di sana-sini, lumpur sudah kelihatan di antara air kecil yang masih mengalir.
Selesai menyelesaikan tugas mencuci 3 pasang sepatu, anakku menjemurnya di pinggir sungai yang kebetulan mendapat sinar matahari penuh.
Pukul 16.00 saat matahari telah redup, giliranku mengangkat sepatu-sepatu tersebut. Tapi aku sangat terkejut karena dua buah sepatu dari pasangan yang berbeda telah berada di sungai. Bukan di pinggir tapi agak ke tengah. Tentu saja, kondisinya kotor.
"Perbuatan siapa ini?" batinku lumayan gemas sambil mencari kayu atau galah untuk mengambilnya. Karena tak ada galah atau kayu di dekatku, aku meminta anakku mengambil peralon di rumah.
"Ini pa," kata anakku menyerahkan sebuah peralon dengan sebuah knee di ujungnya. Kuambil sepatu yang sudah kotor tersebut dan kusuruh anakku untuk mencuci ulang. Padahal besok sudah hari Senin.
"Nanti keringkan di belakang kulkas," kataku meniru Kak Ros dalam serial televisi Ipin Upin. Ternyata efektif. Berkali-kali kami telah mencoba untuk mengeringkan sesuatu yang belum kering di belakang kulkas. Hasilnya memuaskan. Kering.
Kini, tinggal kucari pelaku pembuangan sepatu-sepatu itu. Awalnya, kuawali dengan anak-anak. Asumsiku, pelaku yang sangat memungkinkan adalah anak-anak.
Ken lewat di depan rumah.
"Ken... Ken tahu tidak yang membuang sepatu ke sungai?" tanyaku
"Sepatu apa Pa'de?" tanya Ken balik.
"Sepatunya Bude dan Mba Adha yang tadi di jemur di sana," jelasku.
Ken langsung berlari ke pinggir sungai "Dimana Pa'de?"
"Bukan di situ. Di sebelah sana," kataku sambil menunjuk ke arah yangvtepat karena Ken menuju ke pinggir sungai yang salah. Dengan tingkah laku Ken tersebut sudah dapat disimpulkan bahwa Ken bukan pelakunya.
Manusia kedua, Kan. Anak yang lewat di depan rumah selanjutnya adalah Kan. Nampak sudah mandi. Ceria. Menuju Ken shabat karibnya yang baru berlalu dari ahdapanku. Sekarang giliran anakku Azam yang menginterogasinya. Kan dicegat oleh Azam.
"Kan... Tadi Kan tahu nggak yang membuang sepatu ke sungai?" tanya Azam.
"Tadi aku nggak pakai sepatu," jawab Kan
Jawaban Kan sudah bisa memastikan bahwa Kan juga bukan pelakunya.
Anak-anak lainnya tidak luput dari interogasi kami. Tapi tidak ada tanda-tanda siapa pelakunya.
Kami pun menyerah dan pasrah serta menata hati untuk ikhlas.
"Kesulitan, kesialan dan kesusahan yang menimpa kita tidak harus mencari penyebab karena mungkin ini takdir Tuhan yang dijalankan melalui tangan siapapun atau apapun,"
Mungkin kita harus lebih banyak beristighfar.
"Ini pa," kata anakku menyerahkan sebuah peralon dengan sebuah knee di ujungnya. Kuambil sepatu yang sudah kotor tersebut dan kusuruh anakku untuk mencuci ulang. Padahal besok sudah hari Senin.
"Nanti keringkan di belakang kulkas," kataku meniru Kak Ros dalam serial televisi Ipin Upin. Ternyata efektif. Berkali-kali kami telah mencoba untuk mengeringkan sesuatu yang belum kering di belakang kulkas. Hasilnya memuaskan. Kering.
Kini, tinggal kucari pelaku pembuangan sepatu-sepatu itu. Awalnya, kuawali dengan anak-anak. Asumsiku, pelaku yang sangat memungkinkan adalah anak-anak.
Ken lewat di depan rumah.
"Ken... Ken tahu tidak yang membuang sepatu ke sungai?" tanyaku
"Sepatu apa Pa'de?" tanya Ken balik.
"Sepatunya Bude dan Mba Adha yang tadi di jemur di sana," jelasku.
Ken langsung berlari ke pinggir sungai "Dimana Pa'de?"
"Bukan di situ. Di sebelah sana," kataku sambil menunjuk ke arah yangvtepat karena Ken menuju ke pinggir sungai yang salah. Dengan tingkah laku Ken tersebut sudah dapat disimpulkan bahwa Ken bukan pelakunya.
Manusia kedua, Kan. Anak yang lewat di depan rumah selanjutnya adalah Kan. Nampak sudah mandi. Ceria. Menuju Ken shabat karibnya yang baru berlalu dari ahdapanku. Sekarang giliran anakku Azam yang menginterogasinya. Kan dicegat oleh Azam.
"Kan... Tadi Kan tahu nggak yang membuang sepatu ke sungai?" tanya Azam.
"Tadi aku nggak pakai sepatu," jawab Kan
Jawaban Kan sudah bisa memastikan bahwa Kan juga bukan pelakunya.
Anak-anak lainnya tidak luput dari interogasi kami. Tapi tidak ada tanda-tanda siapa pelakunya.
Kami pun menyerah dan pasrah serta menata hati untuk ikhlas.
"Kesulitan, kesialan dan kesusahan yang menimpa kita tidak harus mencari penyebab karena mungkin ini takdir Tuhan yang dijalankan melalui tangan siapapun atau apapun,"
Mungkin kita harus lebih banyak beristighfar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar