alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar

Rabu, 10 Juni 2015

PAK UJI MANTU

Tanggal 15 Mei 2015 Bapak Drs. Uji Prasetyo menikahkan putra pertamanya, Raditya Adi Nugraha, S.Pd. yang menyunting gadis Kebumen bernama Yanuar Sulistiyaningrum, S.Pd., M.Sc. (putri Bapak Sujaryadi, S.Pd dan Ibu Sugiyarti). Sudah menjadi kebiasaan di sekolah kami apabila ada rekan guru mempunyai hajat, rekan yang lain harus siap membantu terutama yang rumahnya paling dekat.

Persiapan pernikahan ini sudah dimulai beberapa minggu sebelum hari H. Panitia telah dibentuk. Jauh-jauh hari, rekan-rekan guru sudah menanyakan kepadaku tentang peran apa yang aku pegang dalam kepanitiaan hajatan Pak Uji. Maklum, aku adalah salah satu orang yang rumahnya paling dekat dengan Pak Uji (satu RT).

“Saya bukan panitia,” jawabku karena Pak Uji pernah mengatakan kepadaku bahwa panitia ditunjuk dari orang-orang satu dawis (dasa wisma).
“Wah, manusia tak berguna,” kata rekan-rekanku.

Aku harus bilang apa lagi. Nyatanya, aku bukan panitia.

Ternyata dua hari sebelum pelaksanaan akad nikah (ijab qabul) yang akan dilaksanakan di tempat mempelai perempuan yaitu di Kebumen, aku diminta untuk mengantarkan barang-barang hantaran ke Magelang. Walaupun aku tetap bukan panitia, aku sudah merasa menjadi manusia berguna. Aku serasa panitia. Dari Magelang inilah, keluarga besar Pak Uji transit sebelum menuju rumah mempelai putri di Kebumen. Jadi, aku cukup mengantar barang hantaran tersebut sampai Magelang dan sekaligus mengambil cendera mata di Jogja untuk acara ngunduh mantu yang akan dilaksanakan pada tanggal 23 Mei 2015 di Batang.

Pada tanggal 22 Mei 2015 dilaksanakan acara Walimatul ‘Ursi. Aku bertugas untuk meminjam dan mengembalikan sound system dari sekolah. Aku tetap bukan panitia. 

Pada hari H acara ngunduh mantu (23 Mei 2015) yang dilaksanakan di gedung Korpri (sekitar 2 km dari rumah Pak Uji), aku bertugas mengantar souvenir dan panitia dari rumah menuju tempat acara. Pada jam 09.00 aku sudah stand by. Setelah tugas awal selesai, aku menjadi manusia biasa. Aku mengikuti acara hajaan Pak Uji sebagai tamu undangan. Aku mengajak istri dan anak-anakku. Aku masuk dan bersalaman dengan para among tamu yang memakai pakaian seragam batik yang pastinya dibelikan oleh Pak Uji. Batik warna hijau. Mereka nampak rapi berjajar menyambut para tamu, termasuk aku.

“Wah, batiknya bagus. Seandainya aku menjadi panitia, pasti aku juga mengenakan batik itu. Sayang, aku bukan panitia,” kataku dalam hati.

Selesai acara, sekitar pukul 12.30, aku harus melaksanakan kembali tugasku. Aku menjemput kembali para panitia dari gedung Korpri ke rumah. Aku masih terngiang seragam batik itu.

Dua hari kemudian, Pak Uji mengucapkan terima kasih dan memberikan amplop yang isinya bisa untuk membeli lebih dari 10 potong batik seragam itu.

Alhamdulillah. Terima kasih Pak Uji.

Tapi aku tetap saja terngiang batik seragam itu. Rasanya belum puas kalau belum mendapatkan batik gratisan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar