Sebuah sindrom kembali mendatangiku. Lomba yang disambut
dengan berbunga-bunga oleh banyak orang, justru menjadi sindrom bagiku. Dalam
rangka ulang tahun ke-15, pada tanggal 30 April 2015, sekolah akan mengadakan
lomba karaoke. Lomba ini wajib diikuti oleh guru per mata pelajaran. Setiap
mata pelajaran harus mewakilkan gurunya untuk mengikuti lomba ini. Guru bahasa
Perancis hanya ada 2 orang, aku dan Bu Sri Rejeki, S.Pd.. Celakanya, Bu Sri
Rejeki, S.Pd. dilarang untuk mengikuti lomba ini karena dianggap sudah pandai
menyanyi. Artinya, akulah yang harus maju mengikuti lomba ini.
Sudah aku coba berulang kali untuk memperbaiki rasa tentang
nada dan lagu di otakku. Tak bisa juga. Jangankan 7 oktaf, bunyi do saja berubah jadi re.
Tapi dengan terpaksa aku mencoba dan berusaha keras untuk
berlatih menyanyi. Segala lagu aku coba. Siapa tahu ada lagu yang pas: lagu
pop, rock, campursari, lagu Inggris, lagu Perancis. Selama 2 hari aku berlatih
sampai telinga anak dan istriku sakit. Hasilnya, tenggorokanku radang.
Ternyata hanya lagu-lagu semacam balonku, bintang kecil, ibu
kita kartini yang nadanya bisa masuk di tenggorokanku. Dengan nada yang tak
lebih dari 5 not tersebut, aku cocok. Tapi sayang beribu sayang, kondisi dan
situasi tak memungkinkanku untuk tampil dengan lagu itu.
Walaupun tenggorokanku sudah sakit, akhirnya aku memantapkan
hati untuk tidak mengikuti lomba karaoke tersebut.
Namun demikian, agar mata pelajaranku tetap berpartisipasi, aku beralih
haluan. Aku mengajak Bu Uswatun Khasanah, S.P. yang ternyata juga suka
bershalawat untuk berkolaborasi. Beliau adalah guru Prakarya dan Kewirausahaaan
yang juga seorang ustadzah. Aku yang memainkan rebana, beliau yang bershalawat.
Tahu tidak, mengapa aku tidak gagap dengan not di rebana? Karena rebana hanya mempunyai 2 not, tong dan dung. Setelah berlatih sebentar, maka aku dan Bu Uswatun mantap untuk tampil shalawatan. Walaupun akhirnya para siswa penggemar rebana ikut juga, tak apalah.
Malah tambah ramai.
Tahu tidak, mengapa aku tidak gagap dengan not di rebana? Karena rebana hanya mempunyai 2 not, tong dan dung. Setelah berlatih sebentar, maka aku dan Bu Uswatun mantap untuk tampil shalawatan. Walaupun akhirnya para siswa penggemar rebana ikut juga, tak apalah.
Malah tambah ramai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar