alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar

Rabu, 27 Januari 2021

BELAJAR MENGETIK

 

Gedung itu megah sekali. Jendelanya berkaca lebar-lebar dan bersih. Di depannya berjajar pot-pot berisi berbagai macam bunga. Bercat krem nampak bersih. Ada tiga anak tangga untuk memasukinya.

“Wow, gedung apa ini?”

Di depan pintu aku ternganga sementara anak-anak yang lain berebut memasukinya. Kuikuti anak yang lain, masuk pelan-pelan sembari mengamati pintu, gagang pintu, lantai, plafon, meja, kursi, dan mesin tik.

 

Hari ini aku akan belajar mengetik. Mesin tik, walaupun sudah pernah kulihat di kelurahan tapi baru kali ini aku bisa menatapnya secara langsung dan sebentar lagi menyentuhnya. Berbeda dengan mesin tik di kelurahan yang hanya satu-satunya berada di meja Pak Carik berwarna abu-abu blutek, mesin tik di ruangan ini banyak sekali berjajar di atas meja. Warnanya putih gading dan mengkilap. Ini pasti mahal sekali. Pantas saja, sekolah menempatkan benda-benda ini di ruangan yang begitu megah dan gedung ini di bangun di bagian depan sekolah agar semua orang bisa berdecak kagum. Siapapun yang lewat di depan sekolah dan sedikit berjinjit dapat melihat barang-barang mewah ini.

 

“Ayo, anak-anak hari ini kita akan praktik mengetik dengan sepuluh jari,” teriak Pak Sudirman berdidi di depan. Kemudian beliau menunjukkan papan tuts besar di dinding depan bagian atas yang berisi huruf-huruf yang persis sama dengan yang ada di mesin tik. Rupanya itu adalah gambar tuts mesin tik yang diperbesar.

 

“Siapkan jari-jari kalian di atas tuts,” lanjut Pak Sudirman dengan suara khasnya.

 

Aku menempatkan jari-jariku di atas tuts mesin tik. Sedikit gemetar. Dimulai dari jari kelingking tangan kiri yang harus kutempatkan di atas huruf A. Kemudian jari manis kiri di atas huruf S, jari tengah kiri di atas huruf D, jari telunjuk kiri di atas huruf F, jari telunjuk kanan di atas huruf J, jari tengah kanan di atas huruf K, jari manis kanan di atas huruf L, dan jari kelingking kanan di atas ;.

 

“Sekarang lihat ke depan, jangan lihat tutsnya.”

“Nanti kalau salah pegang gimana Pak?” Tanya salah satu temanku.

“Rasakan jari telunjuk kanan dan kiri kalian. Di tuts huruf F dan J ada jendulan kecil. Itu sebagai patokan agar jari kalian tidak kelayaban ke mana-mana. Jari telunjuk kalian jangan sampai pergi dari tuts yang ada jendulannya tersebut.”

Kuraba pelan dan kurasakan benar adanya. Ada jendulan kecil di tuts huruf F dan J.

“Sekarang mulai. Tekan jari sesuai huruf yang saya sebutkan,” kata Pak Sudirman.

Aku tertegun. Sebentar lagi aku akan mengoperasikan mesin hebat ini. Sebuah mesin yang bisa menulis dengan rapi seperti di buku paket dan lurus tanpa penggaris. Istimewa.

“A,” teriak Pak Sudirman.

“Tak..” suara serempak dari mesin tik-mesin tik berbarengan.

Aku tersentak, kaget dan bingung. Namun sekejap kemudian aku menguasai keadaan, kemudian kupencet jari kelingking kiriku dengan keras “tak”. Semua temanku menengok ke arahku.

“A,” teriak Pak Sudirman lagi.

Kali ini aku tak mau tetinggal. Kupencet jari kelingking kiriku dengan semangat “tak”.

Pelajaran “A” diulang-ulang sampai 10 kali. Jari kelingking kiriku sungguh pegal sebelum pindah ke huruf S dan seterusnya.

Pelajaran mengetik selesai. Sungguh indah pengalamanku hari ini walaupun jari-jariku sakit semua.

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar