alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar

Sabtu, 22 April 2017

TENTANG CITA-CITA

Aku dan anak laki-lakiku terlibat dalam diskusi serius tentang masa depan. Anakku baru berumur 8 tahun dan sekarang duduk di kelas 3 SD. Dia biasa dipanggil “Dede”karena dia anak ragil. Dia bercerita tentang cita-citanya yang telah berubah sejak 1 jam yang lalu.

“Pa, cita-cita Dede sudah ganti. Sekarang Dede nggak pingin lagi jadi penjual roti bakar,” katanya serius.

Tak terbayang betapa bahagianya diriku mendengar berita ini. Aku termasuk salah satu ayah yang mendambakan anaknya mempunyai cita-cita yang tinggi setinggi langit. Maka ketika beberapa bulan yang lalu anakku  berkata bahwa dia ingin menjadi penjual roti bakar, aku menjadi sedih. Penjual roti bakar yang sering menjadi langganannya ternyata menjadi tokoh idola. “Cita-cita kok menjadi penjual roti bakar,” kataku dalam hati saat itu. Sekarang, dengan mengatakan bahwa dia sudah merubah cita-citanya, aku berharap bayangannya tentang masa depan menjadi lebih baik. Artinya dia sekarang menyadari bahwa dokter, tentara, direktur, menteri, atau presiden adalah pilihan yang lebih baik.

“Lalu, sekarang pingin jadi apa?” tanyaku dengan hati berbunga-bunga.
“Penjual sosis bakar,” jawabnya

Ha? Aku terbelalak. Untuk kedua kali hatiku terkejut. Harapanku akan sesuatu yang jauh lebih baik terhadap anakku terkubur lagi. Aku mencoba mencari tahu alasan apa yang mendasarinya ingin menjadi penjual sosis bakar. Dengan menahan rasa gemas, aku mencoba bertanya kepadanya:

“Kenapa milih jadi penjual sosis bakar?”
“Soalnya, penjual roti bakar sehari hanya dapat untung 20 ribu. Sedangkan penjual sosis bisa mendapat 30 ribu,” jelasnya

Aku tak bisa berbuat apa-apa lagi. Walaupun masih kaget dengan alternative cita-citanya, aku mencoba berdamai dengan keadaan. Tak mungkin pula bagiku untuk menyakiti hatinya dengan cara memaksanya untuk merubah-cita-citanya.

“Ya tak apa-apa. Tapi Dede harus tahu, kenapa penjual sosis bakar mendapat untung 30 ribu,” kataku
“Soalnya sosis bakar lebih enak jadi lebih banyak yang beli,” jawabnya
“Kalau itu sih selera. Besok kalau sudah bosan, mereka beli roti bakar lagi. Yang laris roti bakar lagi. Yang dapat untung lebih banyak penjual roti bakar.”
“Iya sih. Tapi lebih mudah bikin sosis bakar. Tinggal diiris-iris sedikit pinggirnya, terus dibakar. Lalu diberis saos, kecap sama mayonnaise. Selesai. Kalau roti bakar lebih ribet. Diberi strawberry, coklat, keju. Luarnya diolesi mentega. Dibolak-balik. Olesi mentega lagi,” katanya dengan mantap sambil matanya menerawang ke langit.


Huft.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar