Pagi yang sejuk. Sisa hujan semalam masih membasahi dedaunan. Setelah subuh, kudidihkan air untuk menyeduh secangkir kopi, kopi hitam asli Bali oleh-oleh dari keluarga Bedugul dan Singaraja yang beberapa hari lalu bersambang ke rumahku.
Menikmati kopi Bali membuatku melayang. Seruputan demi seruputan kunikmati dengan sepenuh hati.
- Seruputan pertama terasa aroma kopinya yang kental dan membawaku ke pantai Kuta beserta aneka turis di tepinya.
- Seruputan kedua rasa pahitnya yang khas di lidah dan membawaku ke pantai Jimbaran beserta kulinernya.
- Seruputan ketiga rasa rempah yang buket membawaku ke GWK beserta tari kecaknya dan bukit-bukit berbatunya.
- Seruputan keempat bubuk kopinya terasa lumer di dinding atas mullutku membawaku ke Nusa Dua beserta bebek bengilnya dan helatan G20nya yang baru saja selesai. -
- Seruputan kelima pasta kopinya melelh sampai ke tenggorokan membawaku ke Danau Bedugul beserta pura Ulun Danunya.
- Seruputan keenam ada rasa rempah yang tertinggal di mulut membawaku ke Kebun Raya Bali beserta pepohonannya. -
- Seruputan ketujuh tandas sampai ke dasar gelas membawaku ke Sangeh beserta monyet-monyet dan duriannya.
- Seruputan kedelapan masih ada ampas kopi yang tersisa membawaku ke desa Trunyan beserta... Tiba-tiba kopiku jadi terasa pahit sekali.
Terima kasih Mas Faiq Sohib Bali dan Mba Mila Mukarromah atas kunjungannya dan oleh-olehnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar