alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar

Sabtu, 05 November 2022

KELAS HOROR



Mengajar pada jam terakhir (14.00-15.30) memang membutuhkan ekstra energy. Tenaga lelah dan mata mengantuk yang menyerangku didukung sepenuhnya dengan kondisi kelas yang sama sekali tak ada semangat. Imun para siswa turun drastis setelah menempuh pembelajaran sejak pukul 07.00. Mata sayu, dandanan sudah kocar-kacir, rambut acak-acakan, aroma keringat yang dilapisi bau deodorant tidak menghilangkan aroma sesungguhnya dan kepala digeletakkan di atas meja.


"Ngantuk Pak," celetuk salah satu siswa.

"Capek Pak," celetuk yang lain.


Aku tak bisa membantah kata-kata mereka.


"Ayo semangat. Sebentar lagi pulang," kataku memberi semangat yang tak berguna sama sekali.


Kubiarkan mereka dalam kondisi kritisnya.


"Saya panggil nama kalian satu per satu boleh? Siapa tahu ada do'a di antara nama kalian yang terkabulkan," tanyaku setiap aku akan mengabsen.

"Boleh Pak," jawab mereka tak semangat.


Aku memanggil mereka satu per satu tentu saja sambil memberi semangat ulang supaya jiwa mereka terpanggil untuk mengikuti pelajaranku di jam terakhir ini.


Panggilanku sampai kepada "B", ketika mereka menjawab bahwa "B" tidak masuk karena sakit.


"Ada yang tahu sakit apa B ini?" tanyaku. Setiap ada yang sakit pasti kutanyakan sakitnya dan bagaimana kondisinya sekarang. Selain karena ingin tahu, ini memancing teman-temannya supaya mengetahui kondisi temannya, berempati, lalu menjanguknya atau mendoakannya.

"Itu ada suratnya Pak, di atas meja," jawab salah satu siswa.


Kubuka surat dengan amplop dari rumah sakit yang menerangkan B tengah menjalani rawat inap.


"Sudah lima hari B sakit?"

"Iya Pak," jawab salah satu siswa.

"Sakit apa?"

"Co*i* Pak."

"Ha? What? Apa?"


Aku kaget bukan kepalang. Jantungku tiba-tiba berdegub kencang.


"Iya Pak, beneran."


Entah apa yang terjadi dengan wajahku. Mungkin pucat. Dan kulihat siswa-siswa dengan tenang dan tidak bersemangat masih menyandarkan kepala mereka di atas meja.


"Hei..hei..hei. Kalian emang ya,"

"Ada apa Pak?"

"Teman kalian kena co*i*, kenapa kalian tenang-tenang saja? Bukankah sebelumnya B bersama kalian? Kalian tidak takut? Tidak khawatir tertular?"

"Tidak boleh takut dan tidak boleh panik. Nanti imunnya turun. Malah tertular," jawab mereka dengan tenang.

"Iya betul tapi kenapa kalian tidak ada usaha sama sekali untuk menghindarinya. Kalian tak ada yang memakai masker. Wah... Kalian emang ya,"

"Pengap Pak," jawab mereka.

"Ya Tuhan... Tapi kan ini darurat. Demi kesehatan kalian. Ayo pakai masker kalian!" suruhku.

"Nggak mau Pak. Sudah biasa nggak pakai masker. Pengap. Nanti kekurangan oksigen. Malah sakit."


Aku tak bisa berbuat apa pun. Masker yang sejak tadi menempel di wajahku ku tarik ke atas untuk memastikan hidungku tertutupi. Tiba-tiba aku merasa kelas ini demikian horor dan begitu menakutkan. Dan aku sekarang berada di dalamnya. Huft.


Kulanjutkan mengabsen sampai selesai.


"Pak, AG sakit Pak," lapor salah satu siswa dari belakang.

"Minta surat ijin pulang sekarang,"

"Tanggung Pak, sebentar lagi juga pulang," jawab AG.

"Iya.  Tapi.... Ya sudah kamu istirahat saja di belakang," kataku.

Di bagian belakang ada tikar yang biasa digunakan siswa untuk sholat atau sekedar makan siang ketika istirahat siang.


"Huk..huk..huk," tiba-tiba ada siswa yang batuk.

"Kamu kenapa?"

"Batuk pilek Pak. Sudah dua hari nggak sembuh-sembuh," jawabnya.

"Kenapa nggak ijin saja. Istirahat di rumah?" tanyaku.

"Nanti ketinggalan pelajaran Pak,"

"Ya Tuhan.." perasaanku semakin tidak enak. 


Suasana kelas ini semakin mengerikan. Aku semakin panik. Gila. Kenapa aku berada di kelas ini? Ya Tuhan, lindungilah aku.


Dan hari ini adalah ulangan lisan. Setiap siswa harus melakukan presentasi satu per satu. Seharusnya di depanku.


"Presentasinya di depan papan tulis." kataku.

"Nanti Bapak nggak mendengar," protes salah satu siswa.

"Suaranya yang keras," sanggahku tak kurang akal.


Kupanggil satu per satu untuk melaksanakan presentasi. Dan mereka satu per satu maju ke depan papan tulis.


"Pak, lihat nilainya dong," kata salah satu siswa mendekatiku setelah selesai presentasi.

"Tidak boleh. Khusus hari ini nilai bersifat rahasia," kataku.

"Yacch," gerutunya.


Bel berbunyi tepat beberapa saat setelah ulangan lisan selesai.


"Silakan bersiap-siap lalu berdoa," kataku.


Mereka memasukkan buku dan alat tulis ke dalam tas. Daaaannn....memakai masker. Ya Tuhan, manusia macam apa mereka?


"Hei kalian sejak tadi disuruh memakai masker, tidak mau. Kenapa sekarang memakai masker?" teriakku.

"Kan di jalan banyak debu Pak," jawab mereka.

"Astaghfirullah.." kataku sambil mengelus dada.


Mereka berdoa membaca surat "Al 'asr" dan doa penutup majelis. 


Sebelum mereka selesai berdoa. aku telah berdiri di depan pintu.


"Merci beaucoup. Au revoir. Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarokaatuh," kataku setelah mereka selesai membaca doa untuk mengakhiri pembelajaran siang ini. Aku bersiap untuk kabur secepat kilat.


"Pak, salim Pak," teriak salah satu siswa.


"Tidaaak," teriakku segera melarikan diri.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar