alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar

Sabtu, 19 Februari 2022

AGUSTUSAN

Bulan Agustus adalah bulan yang ditunggu-tunggu oleh semua orang. Ketika hujan sudah tidak turun, pepohonan mulai meranggas namun masih hijau, tanaman padi sudah beranak pinak, dan para petani sudah matun pindo (membersihkan gulma kedua kalinya), ciblek sudah mulai mencari rumpun padi yang pas untuk bersarang, hingar-bingar mulai muncul di mana-mana. Umbul-umbul dipasang di sepanjang jalan, bendera dikibarkan di depan setiap rumah, pagar dicat merah putih, pohon teh-tehan dirapikan,  para pemuda berlatih baris-berbaris, emak-emak mengasah kembali ketrampilannya memukul bola kasti, Pak Lurah dan perangkat desa menyiapkan panggung untuk menyambut kunjungan Pak Camat dan jajarannya yang tahun ini rencananya akan melihat perayaaan HUT RI sekaligus meninjau kegiatan Pos Yandu yang diadakan rutin setiap bulan. Dirin dan teman-temannya tak lagi saling menyapa dengan kata "assalamu alaikum", "selamat pagi" atau “hai”. Semuanya diganti dengan kata "merdeka" sambil mengepalkan tangan setinggi kepala dan dibalas oleh yang lain dengan kata "merdeka" pula sambil mengepalkan tangan setinggi langit. Mas Yanto memanfaatkan kesempatan dengan membawa bermacam bendera merah putih di keranjang sepedanya. Anak-anak tak harus pergi ke kota kecamatan untuk membeli bendera plastik. Mereka cukup mempersiapkan lidi dan membeli bendera plastik dari Mas Yanto kemudian disimpan dengan ditancapkan di dinding bambu kamarnya menunggu saat karnaval tiba atau saat Pak Camat dan para pejabat kecamatan rawuh.

Berbagai lomba antar RT mulai digelar. Lomba balap karung, lomba tarik tambang, lomba memasak, lomba kasti, lomba baris-berbaris memperebutkan berbagai macam hadiah.

Dan yang sudah digelar sejak pertengahan bulan Juli adalah Turnamen Sepakbola Antar Desa. Turnamen ini digelar secara bergilir di semua desa se-kecamatan. Para pengurus PSSI tingkat desa yang ditempati harus mempersiapkan turnamen. Untuk tahun ini turnamen ini digelar di desa Bajong. Sebagai desa dengan kesebelasannya yang handal dan fansnya yang fanatik, semua perangkat sepakbola telah tersedia. Lapangan dengan rumput yang selalu subur berkat kerbau Mas Min dan teman-temannya sampai Pak Tuja'i sang reporter andalan telah dimiliki desa ini.

Rabu sore, Pak Tuja'i dengan sigap naik ke atas podium bambu beratap seng dengan tinggi kurang lebih tiga meter. Dari podium ini, laki-laki berjenggot dan berjambang lebat itu bisa mengamati seluruh lapangan bola dan mendeteksi seluruh pergerakan pemain yang akan dia komentari. Tangannya menggenggam erat microphone kesayangannya yang suaranya sudah disetel setengah setereo, setengah bas ditambah echo sedikit saja.

"Ya sodara-sodara, sebentar lagi pertandingan sepak bola antara kesebelasan desa Kedungjati melawan kesebelasan desa Bajong akan segera dimulai. Para pemain telah memasuki lapangan dan sedang melakukan pemanasan. Kesebelasan Bajong dengan kostum hijaunya dan Kedungjati dengan kostumnya yang merah menyala." suara Pak Tujai terdengar empuk dan sedikit serak-serak basah mantap terdengar dari corong pengeras yang telah dipasang di pohon mahoni yang paling tinggi di depan SD Negeri Bajong 1. 

Empat TOA sekaligus dipasang menghadap ke segala penjuru mata angin selama satu bulan ke depan. Ini untuk menunjukkan bahwa sepakbola tahunan dalam rangka memperingati HUT Kemerdekaan RI berhadiah utama seekor kambing tidak main-main dan memancing para penonton untuk datang berbondong-bondong menonton. Tentu saja, target utama panitia adalah tiket terjual habis sesuai kapasitas tribun penonton. Perlu diketahui, kapasitas tribun di lapangan desa Bajong adalah tanpa batas karena penonton bisa duduk di pinggir pinggir lapangan, berdiri di pematang sawah, naik ke atas pohon waru, pohon randu, pohon trembesi, naik ke atas pundak temannya, atau naik apapun yang  terdapat di sekitar lapangan kecuali pohon mahoni yang telah terpasang TOA karena dikhawatirkan TOA akan hilang begitu saja.

Mesin diesel menderu-deru sengaja diletakkan di belakang SD supaya suaranya tidak mengganggu serunya reportasi Pak Tuja'i, reporter yang secara konvensi dan aklamasi telah ditunjuk sebagai reporter andalan ila yaumul kiyamah. Setiap ada pertandingan sepakbola baik antar RT, antar RW, antar desa, Pak Tujai tak pernah absen sebagai reporter.

Selama turnamen ini digelar, lapangan diseterilkan dari kedatangan kerbau Mas Min dan teman-temannya. Hal ini untuk menghindarkan para pemain, wasit dan penjaga garis menginjak benda-benda lunak berwarna hijau tua dan berbau menyengat. Mas Min untuk sementara mengalihkan Jack dan saudara-saudaranya ke selatan desa. Di pinggir jalan desa bagian selatan masih banyak tumbuh rumput liar. Cukup untuk memenuhi kebutuhan para peternak kambing dan kerbau selama satu bulan.

Belalang, jangkrik, katak hijau telah lama menyingkir ke prrsawahan di sekitar lapangan, seakan mereka telah mengerti adanya hajat tahun ini. Tak ada satupun yang berani menginjakkan kaki di rumput lapangan. Ini semua demi suksesnya Turnamen Sepakbola Se-Kecamatan dalam Rangka Memperingati HUT Kemerdekaan Republik Indonesia tercinta.

Setelah mandi, Dirin dan teman-temannya mengendap-endap di pematang sawah menghindari loket tiket yang ada di jalan utama menuju lapangan. Mengetahui ada penyusup, dari loket tiket seorang pemuda panjaga loket meneriaki Dirin dan teman-temannya.

“Hei, lewat sini. Bayar tiket dulu,”

Dirin kaget dan dengan sigap menjawab: “Cari belut Mas.”

Pak Rijal mengajak Sri berangkat dengan tiket khusus sebagai donatur yang berhak menonton seluruh pertandingan dari babak penyisihan sampai babak final.

"Tumben Sri, kamu nonton sepak bola?" tanya Mak Munhiyah.

"Kan gratis Mak. Emak nggak ikut sekalian?" tanya Pak Rijal.

"Nggak ah. Mending masak daripada lihat orang ngejar-ngejar bola nggak jelas," jawab Mak Munhiah.

Pak Rijal dan Sri berjalan kaki menuju lapangan bersama orang-orang yang berbondong-bondong ke lapangan. Tak hanya laki-laki yang datang, emak-emak dan  anak-anak juga ikut menonton sepak bola atau hanya sekedar membeli aneka jajanan dari puluhan penjual tiban yang juga datang dari berbagai penjuru kecamatan.

"Eh, Mas Yanto ikut nonton juga?" seru Dirin melihat Mas Yanto di belakang gawang sebelah utara.

"Hei Dirin, Eko, Afif. Kalian juga nonton?" tanya balik Mas Yanto.

"Iya Mas. Kan gratis,"

"Kok gratis?"

"Kan lewat sawah,"

"Kalian curang. Nggak boleh begitu."

"Soalnya nggak punya duit buat beli tiket Mas. Mas Yanto kok tumben nonton sepak bola?"

"Kan yang main kesebelasan Kedungjati. Mas Yanto pingin lihat aksi pemain favorit Mas Yanto,"

"Oh iya ding. Sekarang yang main kesebelasan Kedungjati. Siapa sih pemain andalan Kedungjati Mas?"

"Ealah kamu nggak tahu ya. Zaki, sang penyerang tengah. Nama lapangannya Jacque dan Iskandar, sang penjaga gawang, nama lapangannya Alex. Sudah terkenal se-kecamatan," terang Mas Yanto menjelaskan.

"Yang kutahu cuma pemain Bajong Mas. Soalnya pemain Bajong paling top. Ada Tuhadi, Sururi, Sugri, Bahi, pokoknya top semua. He he he."

"Kamu tahu nggak Kedungjati pasti juara."

"Nggak mungkin Mas. Pasti kalah sama Bajong,"

"Tunggu saja nanti."

"Oke Mas. Berani taruhan?"

"Hush, nggak boleh taruhan.

"Kalau begitu, hadiah aja Mas. Kalau Kedungjati juara, aku kasih Mas Yanto hadiah jangkrik sliring. Kalau Bajong yang menang Mas Yanto kasih aku sepeda. Setuju?" usul Dirin.

"Enak pala Lu. Puyeng pala Gue,"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar