alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar

Selasa, 28 November 2017

LDK

Terdengar lamat-lamat suara azan, aku terbangun dari tidur. Sebenarnya aku juga tidak begitu jelas, apakah itu suara azan atau iqomah karena aku agak linglung.

“Dimana ini?” tanyaku dalam hati sambil melihat sekeliling dengan penglihatan yang masih buram. Kulihat di ranjang sebelah kananku meringkuk tubuh dengan ukuran yang lumayan besar. Di sebelah kiriku, sesosok tubuh tidak terlalu besar. Udara dingin terasa menusuk tulang padahal aku sudah mengenakan jaket, selimut, celana panjang dan kaos kaki.

Kesadaranku muncul ketika tubuh di sebelah kiriku ikut bangkit dari tidur. Itu adalah Pak Supbechan. Sementara di sebelah kananku pasti Pak Agus. “Ah iya....  ini kan di Pagilaran,” Aku segera beranjak dari tempat tidur menuju kamar mandi. Setelah menunaikan hajat membuang air kecil, lalu aku mengambil air wudlu. “Brrr....” Airnya dingin sekali.

Ya... pagi ini aku berada di kawasan agrowisata Pagilaran untuk mendampingi para siswa melakukan kegiatan LDK (Latihan Dasar Kepemimpinan) untuk pengurus OSIS dan MPK periode 2017 / 2018. LDK ini telah dilaksanakan sejak kemarin, Sabtu tanggal 18 Nopember 2017 sampai hari ini, Minggu tanggal 19 Nopember 2017 di Agrowisata Pagilaran. Kegiatan ini diikuti oleh 5 orang pendamping termasuk aku, 11 orang panitia dari pengurus OSIS dan MPK sebelumnya dan 44 pengurus OSIS dan MPK baru.

Aku segera menuju masjid. Dan ternyata yang kudengar tadi adalah suara iqomah karena aku berpapasan dengan orang-orang yang baru keluar dari masjid. Sepulang dari masjid, aku kembali ke wisma Azalea dimana aku menginap. Kulihat para siswa tengah berolahraga. Ada yang berlari-lari kecil. Ada yang melakukan senam sekenanya. Sebenarnya aku ingin ikut senam atau joging tapi udara yang begitu dingin dan mata yang masih terasa mengantuk setelah tadi malam tidur sampai malam menonton pentas seni dan jurit malam membuatku malas bergerak. Kuperiksa HP-ku, tak ada sms ataupun kiriman Watshapp. Sinyalnya masih saja sekarat. Jam masih menunjukkan pukul 05.15. Suhu udara menunjukkan angka 160 Celsius.

“Pantesan dingin sekali,”

Duduk di teras depan, aku menikmati teh hangat yang telah disediakan oleh Pak Slamet, pengurus penginapan. Sinar mentari nampak mulai bersemburat di pucuk-pucuk pepohonan. Warna kuningnya berpadu dengan warna hijau daun muda yang baru tumbuh pada awal musim hujan ini. Indah sekali. Serasa musim semi di Perancis.

“Srrupppt” sekali lagi kuseruput teh Pagilaran yang panas, manis, kental dan terasa sepat ini.
“Nggak mandi Pak?” tanya Mas Slamet (Staf TU sekolah)
“Dingin sekali mas, nggak berani,” jawabku
“Tapi kalau sudah mandi, terasa hangat lho Pak,”
“Masak sih mas?” tanyaku agak tidak percaya.

Setelah menghabiskan satu gelas teh, aku penasaran dengan kata-kata Mas Slamet. Kucoba ke kamar mandi. “Brrrr...” Air siraman pertama membuat tubuhku menggigil. Siraman kedua, tubuhku mulai meyesuaikan. Siraman ketiga benar-benar ajaib. Tubuhku terasa hangat. Kulanjutkan mandiku sampai selesai.

Kini tubuhku terasa segar.

Pada pukul 09.30 aku beserta para pembina, panitia dan peserta LDKS bersiap-siap untuk jalan-jalan. Suhu udara sudah beranjak naik ke angka 190 Celcius. Dalam balutan kaos, celana training dan sepatu, kami mulai mengikuti pemandu rute, Pak Tujanto. Diawali daari pintu masuk kawasan pabrik teh, langsung belok kanan. Karena kawasan pabrik sekarang terlarang bagi umum, maka kami tidak diperbolehkan memasuki kawasan pabrik. Kami hanya numpang lewat melalui posko penjagaan langsung belok kanan masuk ke wilayah kebun. Selain berdiri pabrik teh, di agrowisata Pagilaran ditanami berhektar-hektar kebun teh. Inilah yang menarik bagi para wisatawan yaitu wisata kebun teh.

Kami mulai berjalan melewati jalan setapak. Tanaman teh nampak berjajar teratur. Pucuk-pucuk teh masih basah oleh embun. Sejauh mata memandang hanya ada lautan hijau, membuat mata terasa segar. Jalanan yang naik turun menambah keindahan alam pegunungan. Sebentar-sebantar kami berhenti untuk berfoto. Beberapa bapak petani teh terlihat sedang membersihkan rumput. Tak terlihat ibu-ibu pemanen teh yang biasanya menggendong keranjang di punggungnya. Mungkin hari ini, mereka sedang  memanen teh di bagian bukit yang lain.

Melewati beberapa ratus meter jalan berbukit, faktor “u,o,dan pb” (usia, obesitas, dan perut buncit) benar-benar membedakanku dengan para siswa. Mereka kini telah berada di depan. Aku, Pak Agus, Pak Supbechan dan Mas Slamet tertinggal di belakang. Dengan mengerahkan tenaga dan nafas tersengal-sengal, aku berusaha mempercepat langkahku tapi gagal untuk melewati mereka. Akhirnya, aku, Pak Supbechan, dan Mas Slamet mencapai finish paling akhir. Pak Agus bahkan dijemput oleh Pak Tujanto di setengah perjalanan.


Walaupun capek, jarak kurang lebih 10 km kami lalui dengan penuh kegembiraan. Keringat membasahi kaosku. Kubaringkan tubuhku terlentang di lantai. Ajaib. Perutku mengempis. Kelihatan jadi six pack.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar