alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar

Jumat, 01 September 2017

MENJADI PEMBINA(SA) OSIS

Seiring pergantian tahun pelajaran, berganti pula pejabat yang harus memegang tanggung jawab di sekolah sesuai dengan batas periodenya. Pada tahun pelajaran 2017 / 2018, Pembina OSIS lama yaitu Pak Agus Ma harus naik menjadi Wakil Kepala bidang Kesiswaan menggantikan Bu Arie. Sedangkan posisi pembina OSIS diserahkan kepadaku. Awalnya aku tak bersedia untuk menduduki jabatan tersebut karena mengurusi OSIS bukan bidangku. Aku sudah menolak dengan berbagai alasan. Tapi apa daya, hasil kongkalingkong antara Waka Kesiswaan bersama mantan Waka Kesiswaan sepakat menjatuhkan pilihannya kepadaku. Alasannya sederhana dan tidak dilihat dari kemapuan, tapi karena Waka Kesiswaannya  merasa nyaman di dekatku (cieee.... ).

Aku tak bisa mengelak apalagi melarikan diri. Terpaksa (sungguh terpaksa) tugas ini harus aku jalani. Padahal pengalamanku nol. Aku belum pernah berorganisasi. Jadi ketua kelas saja aku belum pernah apalagi pengurus OSIS. Yang kutahu tentang OSIS adalah Organisasi Siswa Intra Sekolah yang tertulis di saku baju sekolah yang dipakai setiap hari Senin dan Selasa dan baju itu dinamakan baju OSIS. Selain itu, yang aku  tahu tentang Ketua OSIS adalah dia menjadi siswa paling terkenal seantero sekolah dan banyak dilirik cewek-cewek.

Lalu, bagaimana cara membina OSIS kalau pembinanya tidak tahu tentang OSIS? Padahal ada pepatah yang mengatakan bahwa sesuatu yang diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya maka tunggulah kebinasaannya.

Nah lo...

Jangan-jangan aku bukan menjadi Pembina OSIS tapi menjadi Pembinasa OSIS.

GANTUNGAN ID CARD

Dengan diberlakukannya UU Nomor 23 Tahun 2014 pada tanggal 1 Januari 2017, maka sejak saat itu pengelolaan SMA dan SMK dialihkan dari pemerintah kabupaten kepada pemerintah provinsi. Sebagai guru SMA, kami harus menyesuaikan dengan aturan provinsi, termasuk pakaian dan perlengkapannya. Entah dari mana datangnya isu yang mengatakan bahwa pegawai provinsi harus mengenakan gantungan ID Card bertuliskan “Mboten Korupsi Mboten Ngapusi”. Sebenarnya slogan ini bukan slogan Jawa Tengah. Slogan ini adalah slogan yang digunakan oleh Ganjar Pranowo dan Heru Sudjatmoko pada saat kampanye pemilihan gubernur tahun 2013. Tapi dari manapun asalnya slogan tersebut, kami tetap patuh. 

Karena di kota kami belum ada, kami pun harus tergopoh-gopoh mencari gantungan ID Card ke ibu kota provinsi JawaTengah. Dan memang ada. Artinya, gantungan ID Card itu benar-benar telah dijual di toko dan pastinya telah dipakai oleh pegawai provinsi lainnya. Maka, kami semakin mantap bahwa pemakaian gantungan ID Card ini bukan sekedar isu tapi benar-benar sesuatu yang harus dilaksanakan.

Aku pun pesan 1 buah. Mulai tanggal 20 Februari 2017 gantungan ID Card warna putih seharga Rp. 20.000,- dengan bangga kupakai menggantikan gantungan ID Card warna biru yang kuperoleh gratis dari kabupaten.

Namun baru satu minggu kupakai, tepatnya pada tanggal 28 Februari 2017 tulisan “Mboten Korupsi Mboten Ngapusi” yang menempel di gantungan ID Cardku terkelupas jatuh dan hilang.


Aku sedih.






PUTRI ..EH..KARIN

“Pak, apa kabar?” sapa seseorang di WhatsApp dengan nomor yang belum kukenal. Ketika kulihat foto profilnya, baru aku mengenalinya.
“Alhamdulillah sehat-sehat. Gimana kabar Karin?” tanyaku balik menyapanya
“Alhamdulillah sehat Pak. Hehe..jadi ikutan panggil Karin,” jawabnya
“Soalnya sekarang sudah beli radio,” sahutku
“Jadi malu pak,” katanya
“Lha kok malu...  Semangat terus. TOP banget. Suaranya menggemaskan” lanjutku
“Haha..terima kasih Pak,”

Itu sekelumit obrolanku dengan Putri, siswaku yang telah lulus 2 tahun yang lalu. Sekarang dia mempunyai nama udara “Karin” sejak menjadi penyiar radio MFM. Sebenarnya  sudah lama dia memintaku untuk mendengarkan siarannya di gelombang 106,2 FM pada pukul 16.30 – 17.30. Tapi apa daya, aku tak punya radio.

Nah, baru beberapa minggu ini aku bisa mendengarkan radio. Aku baru membeli speaker aktif yang bisa tersambung dengan radio.

Pertama kali mendengar suaranya, aku sempat tak percaya. Nama “Karin” yang dia pakai saat on air benar-benar mengecohku. Aku sama sekali tak percaya yang sedang aku dengarkan adalah suara Putri. Aku tak mengira anak yang ramah dan santun ini, yang dulu suaranya kelihatan biasa-biasa saja ternyata mempunyai suara yang centil dan menggemaskan, pas dengan program khusus untuk anak muda yang dia bawakan.

Setelah beberapa kali medengarkan siarannya, sekarang aku jadi ketagihan memutar gelombang 106,2 FM tiap sore.


Demi mendengarkan suara Karin.