alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar

Sabtu, 26 Agustus 2017

SHOLAT DUHUR DI SEKOLAH

Siang itu kami berebut air wudlu. Setelah kurang lebih 10 menit antri akhirnya giliranku untuk berwudlu di kran ke 7 dari 10 titik kran yang ada di tempat wudlu laki-laki. Syukurlah, tepat ketika wudluku selesai, Mas Slamet mengumandangkan iqomah. Namun, aku tak kebagian tempat di dalam. Mushola berukuran 8 x 8 meter itu telah penuh dengan jama’ah laki-laki di sebelah kiri dan jama’ah perempuan di sebelah kanan. Aku mengikuti jama’ah sholat duhur di serambi mushola sebelah kiri. Serambi berukuran 4 x 10 meter ini dibangun untuk menampung jama’ah yang sering membeludak. Pada semester lalu, serambi ini nyaris tak terpakai karena jama’ah sholat duhur bisa  tertampung semua di dalam mushola. Namun, semester ini, sejak diberlakukan 5 hari sekolah, jama’ah selalu membeludak. Maklum, mereka yang biasa sholat duhur di rumah sepulang sekolah, sekarang mereka harus sholat duhur di sekolah karena sekolah usai pada pukul 15.30. Daya tampung mushola ini sekitar 100 orang jama’ah. Dengan adanya serambi ini, sekarang mushola ini bisa menampung kurang lebih 200 jama’ah.

Selesai tahap pertama, sholat berjama’ah dilanjutkan dengan tahap ke-2.

Hari ini, sholat duhur dilaksanakan 2 tahap sebelum waktu istirahat selesai dan bel masuk kelas berbunyi. Waktu istirahat berdurasi 30 menit yaitu dari pukul 12.00 sampai pukul 12.30. Dengan daya tampung mushola yang hanya 200 jama’ah dan hanya ada 20 titik kran untuk wudlu, kami membutuhkan banyak waktu untuk melaksanakan jama’ah sholat duhur. Untuk tahap pertama, kami membutuhkan waktu 10 menit hanya untuk mengambil wudlu. Untuk persiapan sholat, berdoa setelah sholat, dan keluar dari mushola membutuhkan waktu sekitar 5 menit. Total waktu yang kami butuhkan sekitar 15 menit. Untuk tahap kedua bisa lebih pendek karena jama’ah tahap kedua bisa mengambil wudlu ketika jama’ah tahap pertama sedang melaksanakan sholat. Jama’ah tahap kedua hanya membutuhkan waktu kurang lebih 10 menit. Jadi waktu yang dibutuhkan untuk sholat berjama’ah adalah sekitar 25 menit.

Masih adakah tahap ke-3? Masih, hanya beberapa orang. Itupun dengan resiko mereka terlambat masuk kelas, kemudian harus berbasa-basi memberikan alasan kepada guru di kelas, kemudian dipersilahkan duduk atau harus menerima hukuman.

Dengan pelaksanaan 2 tahap sholat berjama’ah, sholat duhur hanya diikuti oleh 400 orang. Padahal siswa muslim di sekolahku berjumlah 860. Pertanyaannya, sisanya melaksanakan sholat dimana?
Satu Kompetensi Sikap yang harus dimiliki oleh siswa yaitu Beriman dan Bertakwa kepada Tuhan YME terganggu karena mereka tidak mempunyai (diberi) kesempatan untuk menjalankan ibadah dengan baik. Sekolah tidak mempunyai sarana kegiatan ibadah yang memadai bagi siswa. Walaupun dalam Permendikbud No. 23 2017 tentang hari sekolah disebutkan bahwa pemenuhan sarana dan prasarana dilakukan secara bertahap.

Apa solusinya?
  • Waktu istirahat diperpanjang.
Dengan waktu istirahat yang panjang, siswa mempunyai kesempatan  untuk melaksanakan sholat dan makan siang. Namun demikian, resikonya adalah waktu pembelajaran menjadi mundur. Waktu pembelajaran yang biasanya selesai pada pukul 15.30 mundur menjadi pukul 16.00.
  • Sholat di luar sekolah.
Siswa diarahkan untuk sholat di masjid-masjid terdekat di sekitar lingkungan sekolah. Akan tetapi, masjid terdekat dari sekolah berjarak sekitar 500 meter. Kapasitas masjid itupun hampir sama dengan mushola sekolah. Masjid yang bisa menampung jama’ah 1000 orang berjarak sekitar 1 km dari sekolah. Impossible. Waktu istirahat hanya 30 menit.
  • Musholanya diperbesar.
Seharusnya sekolah mendirikan mushola baru yang bisa menampung  jama’ah 860 orang. Ukuran luas ideal untuk menampung jumlah jama’ah sebanyak itu adalah sekitar 800 meter persegi. Padahal, membangun bangunan sebesar itu tidak semudah mencari kutu di kepala botak. Membutuhkan dana ratusan juta bahkan milyaran rupiah. Membutuhkan waktu yang panjang. Lebih lagi, sekolah kami tidak punya lahan kosong seluas itu.
  • Sholat di kelas.
Untuk sementara, hal ini menjadi alternatif terbaik. Beberapa siswa terpaksa menjalankan sholat di kelas dengan menggelar tikar di sela-sela meja dan kursi. Wudlu pun tidak harus antri di tempat wudlu karena ada titik-titik keran di depan kelas atau di taman sekolah.

Bagaimana ini Pak Menteri Pendidikan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar