Kering tempe tercipta ketika kemalasan akut tiba-tiba melanda istriku untuk memasak karena setelah tersedia kering tempe, beberapa hari ke depan tidak perlu memasak lagi. Awet berminggu-minggu menjadikan kering tempe menjadi lauk andalan ketika tak ada lauk. Nasi panas ditemani kering tempe sudah cukup bagiku untuk menjadikan sarapan, makan siang dan makan malamku tetap istimewa.
Demikian pula ketika ramadhan tiba. Istriku membuat kering tempe untuk beberapa hari ke depan. Hari minggu adalah hari yang tepat untuk menyelenggarakan kegiatan masak-memasak ini. Dibantu anak lanang memotong tempe kecil-kecil, istriku menyiapkan bumbu-bumbunya. Sementata anak wadon yang biasanya menjadi andalan untuk membantu ibunya di dapur, belum pulang dari Jogja.
Semua bahan, tempe dan kacang tanah digoreng sampai matang dan terakhir diaduk bersama bumbu-bumbu yang telah dipersiapkan.
Dan taraaaa......
Sebelum duhur, jadilah kering tempe. Tugasku adalah menunggu kering tempe dingin untuk kemudian dimasukkan ke baskom plastik berpenutup.
Setelah dingin, kuambil baskom, kumasukkan kering tempe ke dalamnya namun baskomnya tak bisa ditutup karena kering tempenya terlalu banyak.
#
Ketika azan maghrib telah dikumandangkan.
"Allohumma laka shumtu wabika 'amantu.."
Kami berdoa bersama untuk memulai berbuka. Dan istriku mengambil dan membuka baskom kering tempe sebagai lauk andalan kami sore itu.
"Sik...sik.... Sebentar," kata istriku menghentikan kegiatannya.
"Ada apa Ma?" tanyaku.
"Perasaan tadi kering tempenya terlalu banyak dan baskomnya tak bisa ditutup. Kenapa sekarang dalam kondisi tertutup?" istriku balik bertanya.
"Iya ya Ma. Kok bisa?" tanyaku penasaran.
"Tadi Bapak yang memasukkan kering tempe ke dalam baskom ini kan?"
"Iya," jawabku.
"Bisa ditutup?"
"Nggak bisa," jawabku.
"Kenapa sekarang dalam keadaan tertutup?" tanya isriku lagi.
"Tadi bisa ditutup kok," jawabku.
"Bagaimana ceritanya? Kering tempe segitu banyak sampai baskom ini nggak muat dan nggak bisa ditutup, kok tiba-tiba bisa tertutup?" desak istriku.
"Iya ya. Bagaimana bisa ya?" tanyaku.
"Terus kelebihannya ditaruh di mana?" tanya istriku.
"Nggak tahu," jawabku.
"Coba diingat-ingat! Ditaruh di mana kelebihan kering tempe itu?"
Aku berpikir keras kenapa baskom ini tiba-tiba bisa ditutup. Dan kelebihan kering tempenya ke mana?
"Aku lupa Ma," jawabku.
"Coba ingat-ingat lagi. Tadi duduk di situ sambil baca koran. Terus menunggu kering tempe sampai dingin. Terus..."
"Terus baskomnya kututup," jawabku.
"Kok tiba-tiba bisa ditutup? Bagaimana caranya?"
"Sik...sik...." kataku sambil mengingat-ingat kembali kejadian ketika aku memasukkan kering tempe ke baskom sambil membaca koran.
"Sudah ingat, ke mana kelebihan kering tempenya disingkirkan?" tanya istriku.
"Tadi aku baca koran sambil 'nithili" kering tempe sampai rata. Setelah rata, akhirnya baskomnya berhasil kututup." jawabku.
"Astaghfirulloh... Jadi kelebihan kering tempe itu sudah masuk perut. Kan puasa Paaaa....."
"Aku lupa Ma."
Catatan: nithili = nyemil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar