alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar

Jumat, 19 Mei 2023

SUMUK



"Kenapa sepatumu dilepas?" tanyaku kepada Dita (nama samaran).

"Sumuk, Pak," jawabnya.

"Cuma kakinya yang sumuk?" tanya Zahra (nama samaran juga).


Ups. 🤦‍♂🤦‍♂🤦‍♂

TAS



Sudah menjadi konvensi bahwa peserta tes atau ujian dilarang membawa tas ke dalam ruang tes atau ujian. Hal ini untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Misalnya, di dalam tas, siswa membawa buku untuk mencontek, siswa membawa kalkulator untuk menghitung atau benda-benda yang dilarang lainnya. Peserta tes atau ujian cukup membawa alat tulis secukupnya: ballpoint, pensil, penggaris, dan penghapis.


Untuk itu, tas peserta tes atau ujian harus diletakkan di luar atau di depan ruang tes atau ujian. Cukup diletakkan di lantai di dekat pintu ya.


Tidak perlu digantung di atas pohon juga. 🤦‍♂🤦‍♂🤦‍♂

NGGAK BISA NYONTEK PAK



ASTS (Asesmen Sumatif Tengah Semester) Semester 2 alias Tes Mid Semester sudah dilaksanakan di sekolahku sejak tanggal 10 April 2023. ASTS kali ini tidak menggunakan kertas alias paperless. Para peserta menggunakan handphone untuk mengerjakan ASTS.


Karena baterai Handphone drop, salah satu siswa harus mengerjakan sendiri di depan di dekat meja pengawas. Dia mengerjakan ASTS sembari men-charge HPnya menggunakan satu-satunya stop kontak di kelas tersebut yang ada di pojok depan.


"Gimana rasanya mengerjakan sendiri di depan?" tanyaku.

"Nggak bisa nyontek Pak," jawabnya.


🤦‍♂🤦‍♂🤦‍♂

PASUKAN NASI KOTAK (2)



Kulihat jam di dinding kelas menunjukkan waktu 10.30. Bosan dan rasa kantuk mulai datang, aku memilih untuk mengawasi PSAJ alias Ujian Sekolah sambil berdiri di pintu. Angin semilir segar di hari yang sedikit mendung ini membuat kantukku sedikit menghilang. Beberapa siswa telah selesai mengerjakan PSAJ dan keluar dari ruang ujian.


"Ayo cepat. Sudah diperbolehkan pulang dan nggak jumatan di sekolah." kata Faisal (nama samaran) yang telah keluar ruangan sambil menggendong tasnya.

"Mau jumatan di mana nih?" tanya Ibnu (nama samaran juga)

"Tinggal pilih mau di mana, di masjid A ada nasi kotak, di masjid B ada jus jambu, di masjid C ada bubur kacang ijo, di masjid  D ada snack. Jangan di masjid E ya...nggak ada apa-apanya," jelas Faisal.

"Hapal bener," kata Ibnu.

"Iya dong. Kan sudah kujelajahi semua," jawab Faisal.

"Hei, niat jumatan atau cari makan?" seru Hanif (nama samaran juga)

"Ya jumatan.. ya cari makan."

"Wah nggak bener itu," tambah Hanif.

"Daripada nggak jumatan," jawab Faisal sembari ngeloyor pergi bareng Ibnu.


#lagi-lagi gambar hanya pemanis buatan.

PASUKAN NASI KOTAK



"Nanti jumatannya harus di sekolah ya Pak?" tanya salah satu siswa laki-laki peserta PSAJ (Penilaian Sumatif Akhir Jenjang) alias Ujian Sekolah.

"Iya. Kan jadwal PSAJ-nya sampai jam 11.30," jawabku.

"Yachhh..," gerutunya seakan-akan kecewa dengan keadaan.

"Kenapa?" tanyaku penasaran.

"Saya pingin jumatan di Masjid Hidayatullah Kauman,"

"Kenapa harus jumatan di sana?" tanyaku.

"Ada nasi kotaknya," jawabnya dengan kalem.


#gambar hanya pemanis.

NITHILI



Kering tempe tercipta ketika kemalasan  akut tiba-tiba melanda istriku untuk memasak karena setelah tersedia kering tempe, beberapa hari ke depan tidak perlu memasak lagi. Awet berminggu-minggu menjadikan kering tempe menjadi lauk andalan ketika tak ada lauk. Nasi panas ditemani kering tempe sudah cukup bagiku untuk menjadikan sarapan, makan siang dan makan malamku tetap istimewa.


Demikian pula ketika ramadhan tiba. Istriku membuat kering tempe untuk beberapa hari ke depan. Hari minggu adalah hari yang tepat untuk menyelenggarakan kegiatan masak-memasak ini. Dibantu anak lanang memotong tempe kecil-kecil, istriku menyiapkan bumbu-bumbunya. Sementata anak wadon yang biasanya menjadi andalan untuk membantu ibunya di dapur, belum pulang dari Jogja.


Semua bahan, tempe dan kacang tanah digoreng sampai matang dan terakhir diaduk bersama bumbu-bumbu yang telah dipersiapkan.


Dan taraaaa......

Sebelum duhur, jadilah kering tempe. Tugasku adalah menunggu kering tempe dingin untuk kemudian dimasukkan ke baskom plastik berpenutup. 


Setelah dingin, kuambil baskom, kumasukkan kering tempe ke dalamnya namun baskomnya tak bisa ditutup karena kering tempenya terlalu banyak.


#


Ketika azan maghrib telah dikumandangkan.


"Allohumma laka shumtu wabika 'amantu.."


Kami berdoa bersama untuk memulai berbuka. Dan istriku mengambil dan membuka baskom kering tempe sebagai lauk andalan kami sore itu.


"Sik...sik.... Sebentar," kata istriku menghentikan kegiatannya.

"Ada apa Ma?" tanyaku.

"Perasaan tadi kering tempenya terlalu banyak dan baskomnya tak bisa ditutup. Kenapa sekarang dalam kondisi tertutup?" istriku balik bertanya.

"Iya ya Ma. Kok bisa?" tanyaku penasaran.

"Tadi Bapak yang memasukkan kering tempe ke dalam baskom ini kan?"

"Iya," jawabku.

"Bisa ditutup?"

"Nggak bisa," jawabku.

"Kenapa sekarang dalam keadaan tertutup?" tanya isriku lagi.

"Tadi bisa ditutup kok," jawabku.

"Bagaimana ceritanya? Kering tempe segitu banyak sampai baskom ini nggak muat dan nggak bisa ditutup, kok tiba-tiba bisa tertutup?" desak istriku.

"Iya ya. Bagaimana bisa ya?" tanyaku.

"Terus kelebihannya ditaruh di mana?" tanya istriku.

"Nggak tahu," jawabku.

"Coba diingat-ingat! Ditaruh di mana kelebihan kering tempe itu?"


Aku berpikir keras kenapa baskom ini tiba-tiba bisa ditutup. Dan kelebihan kering tempenya ke mana?


"Aku lupa Ma," jawabku.

"Coba ingat-ingat lagi. Tadi duduk di situ sambil baca koran. Terus menunggu kering tempe sampai dingin. Terus..."

"Terus baskomnya kututup," jawabku.

"Kok tiba-tiba bisa ditutup? Bagaimana caranya?"

"Sik...sik...." kataku sambil mengingat-ingat kembali kejadian ketika aku memasukkan kering tempe ke baskom sambil membaca koran.


"Sudah ingat, ke mana kelebihan kering tempenya disingkirkan?" tanya istriku.

"Tadi aku baca koran sambil 'nithili" kering tempe sampai rata. Setelah rata, akhirnya baskomnya berhasil kututup." jawabku.

"Astaghfirulloh... Jadi kelebihan kering tempe itu sudah masuk perut. Kan puasa Paaaa....."


"Aku lupa Ma."


Catatan: nithili = nyemil.

YUYU BAKAR









Hari ini, Kan dan Ken turun ke kali. Masing-masing berbekal cething nasi dan sebuah ember, mereka mencari "yuyu". Kali ini cething nasi ini tidak sia-sai karena tak seperti ikan lunjar, yuyu tidak akan lolos melewati lubang-lubang cething.


Yuyu biasanya bersembunyi di bawah batu kali. Pelan-pelan Ken membuka batu-batu tersebut dan Kan dengan cethingnya menangkap kepiting yang berlari ke samping (Yuyu memang larinya ke samping ya, nggak bisa maju maupun mundur). Sebuah kerjasama yang apik antara dua anak ini. Sementara Lin dan Na (adik Kan) dari darat membantu memperhatikan dan menunjukkan ke mana yuyu itu melarikan diri.


Dalam beberapa saat sudah tertangkap dua yuyu besar dan tiga yuyu kecil.


"Yuyunya mau diapain Kan?" tanyaku.

"Dibakar," jawabnya.

"Terus?" tanyaku penasaran.

"Ya dimakan," jawabnya.


Aku tak yakin dengan kata-kata Kan. 


Tapi setelah Kan dan Ken naik dari kali, mereka dibantu Lin menyiapkan tungku dengan pecahan genteng serta kertas dan daun-daun bekas sebagai kayu bakar. Api dinyalakan dan yuyu dimasukkan ke dalam api. 


Setelah beberapa saat dan yuyu itu berubah warna menjadi hitam (bukan merah), mereka mengangkatnya dari api. Kemudin yuyu-yuyu itu dibersihkan, dan terlihat agak merah dan agak coklat (antara matang dan setengah matang).


"Enak nih Pakde," kata Kan sambil memperlihatkan yuyu yang sudah dipecah dan terlihat dagingnya yang berwarna putih.

"Pakde mau?" tawar Lin.

"Nggak ah," jawabku.


Kan, Ken dan Lin asyik dengan yuyu bakarnya. Namun kulihat Na tidak ikut makan dan asyik sendiri dengan sebungkus plastik es coklatnya di mulutnya.


"Na, nggak makan yuyu bakarnya?" tanyaku kepada Na.


"Hoeeekkk."Bukan jawaban yang kuterima dari Na. Hanya suara hoek yang memperlihatkan bahwa Na jijik dengan yuyu bakar itu.