"Jancuk."
Samar-samar kata itu terdengar di telingaku di antara para siswa yang sedang berebut masuk ruang AAT (Asesment Akhir Tahun), istilah baru pengganti PAT (Penilaian Akhir Tahun).
"Pak, Amir berkata jorok," teriak Ayuk (nama samaran).
"Maaf Pak, nggak sengaja," kata Amir (nama samaran juga ya)
"Kenapa kamu berkata jorok gitu?" tanyaku.
"Spontan Pak, akibat terdesak, terjepit dan terpepet oleh keadaan yang tidak menyenangkan," jawabnya.
"Keadaan apa?" tanyaku lebih lanjut.
"Apa tadi ya, saya malah lupa," jawabnya.
"Kebiasaan itu Pak. Sedikit-sedikit bilang jorok gitu Pak," sahut Ayuk.
"Maaf Pak," kata Amir.
"Istighfar tiga kali," suruhku
Masih dalam posisi berdiri, ia menengadahkan tangannya di depan dada, kepalanya menunduk dan dari mulutnya keluar kalimat istighfar tiga kali.
"Astaghfirullahal 'adzim, astaghfirullahal 'adzim, astaghfirullahal 'adzim,"
Istighfar tiga kali adalah "hukuman" alternatif yang kupilih untuk menghukum orang yang berbuat salah selain minta maaf kepada temannya apabila ia bersalah kepada temannya. Aku tak tahu apakah "hukuman" ini cukup efektif supaya orang kapok atas kesalahannya atau tidak? Yang pasti mereka akan diam mematung beberapa detik untuk melafalkan kalimat istighfar tersebut. Harapanku, dalam keadaan diam mematung dan melafalkan kalimat istighfar tersebut, muncul perenungan, kontemplasi, instrospeksi diri, hatinya terhubung langsung kepada Tuhan, lalu muncul penyesalan tiada tara, dari dalam hati yang paling dalam muncul tekad untuk tidak mengulangi perbuatan "tidak baik" itu, lalu muncul titik air mata di pelupuk matanya sebagai tanda penyesalan.
"Sudah Pak," katanya lega. Bibirnya tersenyum lepas.
Tak ada air mata yang kuharapkan, wajahnya kembali ceria dan tangannya men"thoel" usil kepada Ayuk yang melaporkan perbuatannya kepadaku. Amir menyelesaikan "hukuman" dengan "ndrenges".
#gambar hanya pemanis buatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar