Kuberi judul Temongan (2) karena ada judul Temongan (tanpa 1). Definisi dan seluk-beluk temongan, ada di Temongan yang pertama.
Pagi-pagi Bu Tri sudah berkeliling menagih iuran temongan karena ada
salah satu guru yang anaknya opname di rumah sakit. Kali ini Bu Tri tidak menggunakan kertas
sobekan ala kadarnya untuk mencatat hasil iuran guru dan staf tapi membawa sebuah stopmap warna kuning berisi nama semua guru dan staf telah diketik rapi.
Aku tak bisa mengelak. Aku tak bisa beralasan lagi dengan pergi toilet lama sekali, ke kantin untuk minum kopi panas 2 gelas, ke mushola untuk sholat duha berkali-kali atau menjemput anak tak balik lagi ke sekolah. Dengan daftar nama seperti ini, siapa yang sudah dan siapa yang belum memberi iuran serta jumlah iurannya akan diketahui. Walaupun sekarang mengelak, besok Bu Tri masih menagihnya. Semuanya tercatat. Tak ada yang bisa menghindar lagi. Ini lebih adil. Penerima temongan juga mendapatkan jumlah yang sama.
Aku tak bisa mengelak. Aku tak bisa beralasan lagi dengan pergi toilet lama sekali, ke kantin untuk minum kopi panas 2 gelas, ke mushola untuk sholat duha berkali-kali atau menjemput anak tak balik lagi ke sekolah. Dengan daftar nama seperti ini, siapa yang sudah dan siapa yang belum memberi iuran serta jumlah iurannya akan diketahui. Walaupun sekarang mengelak, besok Bu Tri masih menagihnya. Semuanya tercatat. Tak ada yang bisa menghindar lagi. Ini lebih adil. Penerima temongan juga mendapatkan jumlah yang sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar