(Seri ke-28)
Aduhai jamu j*** pujaanku terkenal sepanjang masa. Kasiatnya terbukti.... Saudara-saudara berjumpa lagi dengan jamu j***. Encok, pegel linu, kecapekan, semua akan sembuh dengan jamu j***. Kukuruyuuuuk." Lagu dan suara promosi dengan pengeras suara di atas sebuah mobil itu memanggil para pembelinya.
Mobil box kecil itu berhenti di perempatan. Sebuah mobil dengan warna dominasi kuning dan putih serta bergambar mozaik ayam jantan yang menjadi logo dari produk jamu tersebut. Mobil itu terkesan hingar bingar karena lampu terpasang di atas, di samping dan di belakang. Pintu belakang dibuka dan ada rak-rak untuk memajang jamu. Berbagai jenis jamu yang ditawarkan. Sebuah meja kecil dikeluarkan. Di atasnya ada gelas, sendok, tremos, dan telur ayam kampung sebagai tempat untuk melayani pembeli. Salah satu penjual dengan sigap melayani para pembeli, baik yang diseduh dan diminum langsung di tempat maupun yang beli jamu sachetan untuk dibawa pulang. Musik tak henti berputar sambil memperkenalkan produk jamu yang dijual. Mobil ini datang secara rutin sebulan sekali dengan ciri yang sama.
Tidak hanya orang tua yang datang untuk membeli jamu. Anak-anak datangl untuk menonton atraksi orang bertubuh kecil atau (maaf cebol). Berpakaian rapi, kemeja, celana jeans dan bersepatu, orang bertubuh kecil itu menari, melompat, dan salto di atas atap mobil tersebut mengikuti irama musik yang diputar, kadang bermain sulap, melucu, menyapa dan bercanda dengan para pembeli. Dan sesekali menirukan suara kluruk ayam jantan. Kedatangan penjual jamu ini menjadi hiburan tersendiri bagi desa yang jauh dari hingar bingar itu.
Mendengar ramai-ramai dengan musik khasnya, Mak Munhiah tak mau ketinggalan.
"Sri, temani emak beli jamu yuk,"
Walaupun masih kesal dengan sikap emaknya tadi siang, Sri yang masih berkutat dengan novelnya, segera meletakkan novelnya dan menemani emaknya.
“Sekalian cari hiburan,” kata Sri dalam hati.
Mak munhiah membeli jamu pegal linu yang diseduh dan diminum di tempat sekaligus membeli beberapa sachet jamu kuat pria untuk Pak Rijal serta param pusaka untuk persediaan luluran ketika badan pegal-pegal.
"Sri, kamu nggak pingin minum jamu?" tanya Mak Munhiah.
"Nggak Mak. Sri sehat-sehat kok." jawab Sri.
"Minum jamu itu bukan untuk yang sakit saja lho Mba. Untuk yang cantik juga bisa biar tetap cantik dan tetap sehat tentunya. Ini ada jamu biar kulit tetap kenceng dan halus," rayu penjualnya genit.
Sri tersenyum kecut menanggapi penjual jamu itu.