28 Februari. Aku berusaha mengingat-ingat betul tanggal ini karena
beberapa kawan menegurku.
“Hari pernikahan kok nggak ingat”.
“Mak jleb” pokoknya teguran seperti ini. Maka, di hpku
kupasang alarm untuk mengingatkan tanggal ini. Sebelumnya, aku tak merasa
pentingnya mengingat hari pernikahan. Toh, aku juga tak tahu harus berbuat apa
pada hari itu. Maunya sih tiup lilin, potong roti, berpesta mengundang
teman-teman dan menyanyikan lagu selamat ulang tahun.
Tahun 2019 ini adalah ulang tahun pernikahanku yang ke-17. Sweet seventeen. Sebagai hadiah di hari ulang tahun ini, aku menulis
sesuatu untuk istriku tercinta. Ini tulisanku:
Mama sayang.... (romantis amat. Jadi malu)
Terima kasih mama, engkau telah setia dan ikhlas mendampingiku
selama 17 tahun. Sejak kita masih
ta’aruf. Cieee.. ta’aruf? Iya kan kita pacaran bersyariah. Biar pacarannya
halal. (preet). Mama yang kukenal adalah orang yang setia.
Mama masih ingat waktu kita pergi ke Monumen Jogja Kembali?
Saat itu, kita hanya jalan-jalan di taman dan tidak masuk ke monumen. Eh..
maaf, bukan kita. Tapi mama. Hanya Mama. Walaupun kita berangkat bersama,
sesampainya di Monjali, hanya Mama yang jalan-jalan. Ketika Mama
mengajakku berkeliling taman, aku menjawab:
“Umi jalan sendiri dulu ya. Aku ngantuk sekali. Aku mau
tidur dulu,” kataku sambil membaringkan tubuhku di sebuah bangku panjang.
Suit..suit.., panggilnya “umi”, romantis bukan? (Maaf beribu
maaf, aku memanggil umi bukan karena romantis dengan panggilan “abi-umi”. Tapi
karena memang nama istriku adalah Umi, lebih tepatnya Umi solikhah). Dan aku juga
tidak memanggil panggilan “adik” sebagaimana seorang laki-laki memanggil
pacarnya pada jaman itu. Alasannya: terasa aneh saja. Mama kan calon istriku,
bukan adik. Kalau kupanggil adik, jangan-jangan kita hanya adik-kakak-an. Atau
mungkin juga jiwaku menolak untuk memanggil “adik” karena secara naluri aku
orang yang sangat menghormati persamaan derajat dan gender. Jadi, aku dan Mama
bukan kakak-adik tapi partner atau mitra. Perfect...yes.
Kembali ke Taman di Monumen Jogja Kembali. Saat itu, aku
benar-benar tidur di bangku taman dan Mama membangunkanku setelah Mama capek
berkeliling taman. Sendirian. Maafkan aku Ma, mungkin Mama mengiraku sedang
menguji kesetiaan Mama. Sama sekali tidak Ma. Aku benar-benar ngantuk saat itu.
Jadi, Mama jangan Ge Er ya! Tapi aku jadi tahu Mama adalah orang yang benar-benar
tabah dan setia.
Terima kasih Mama.