alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar

Rabu, 27 Februari 2019

HARI PERNIKAHAN KE-17

28 Februari. Aku berusaha mengingat-ingat betul tanggal ini karena beberapa kawan menegurku.

“Hari pernikahan kok nggak ingat”.

“Mak jleb” pokoknya teguran seperti ini. Maka, di hpku kupasang alarm untuk mengingatkan tanggal ini. Sebelumnya, aku tak merasa pentingnya mengingat hari pernikahan. Toh, aku juga tak tahu harus berbuat apa pada hari itu. Maunya sih tiup lilin, potong roti, berpesta mengundang teman-teman dan menyanyikan lagu selamat ulang tahun.

Tahun 2019 ini adalah ulang tahun pernikahanku yang ke-17.  Sweet seventeen.  Sebagai hadiah di hari ulang tahun ini, aku menulis sesuatu untuk istriku tercinta. Ini tulisanku:

Mama sayang.... (romantis amat. Jadi malu)

Terima kasih mama, engkau telah setia dan ikhlas mendampingiku selama 17 tahun.  Sejak kita masih ta’aruf. Cieee.. ta’aruf? Iya kan kita pacaran bersyariah. Biar pacarannya halal. (preet). Mama yang kukenal adalah orang yang setia.

Mama masih ingat waktu kita pergi ke Monumen Jogja Kembali? Saat itu, kita hanya jalan-jalan di taman dan tidak masuk ke monumen. Eh.. maaf, bukan kita. Tapi mama. Hanya Mama. Walaupun kita berangkat bersama, sesampainya di Monjali, hanya Mama yang jalan-jalan. Ketika Mama mengajakku berkeliling taman, aku menjawab:

“Umi jalan sendiri dulu ya. Aku ngantuk sekali. Aku mau tidur dulu,” kataku sambil membaringkan tubuhku di sebuah bangku panjang.

Suit..suit.., panggilnya “umi”, romantis bukan? (Maaf beribu maaf, aku memanggil umi bukan karena romantis dengan panggilan “abi-umi”. Tapi karena memang nama istriku adalah Umi, lebih tepatnya Umi solikhah). Dan aku juga tidak memanggil panggilan “adik” sebagaimana seorang laki-laki memanggil pacarnya pada jaman itu. Alasannya: terasa aneh saja. Mama kan calon istriku, bukan adik. Kalau kupanggil adik, jangan-jangan kita hanya adik-kakak-an. Atau mungkin juga jiwaku menolak untuk memanggil “adik” karena secara naluri aku orang yang sangat menghormati persamaan derajat dan gender. Jadi, aku dan Mama bukan kakak-adik tapi partner atau mitra. Perfect...yes.


Kembali ke Taman di Monumen Jogja Kembali. Saat itu, aku benar-benar tidur di bangku taman dan Mama membangunkanku setelah Mama capek berkeliling taman. Sendirian. Maafkan aku Ma, mungkin Mama mengiraku sedang menguji kesetiaan Mama. Sama sekali tidak Ma. Aku benar-benar ngantuk saat itu. Jadi, Mama jangan Ge Er ya! Tapi aku jadi tahu Mama adalah orang yang benar-benar tabah dan setia.

Terima kasih Mama.